
MENTERI Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengecam sanksi yang dijatuhkan Inggris dan beberapa negara lain terhadap dua menteri kabinet Israel. Kedua menteri itu dituduh berulang kali menghasut kekerasan terhadap warga Palestina.
“Sanksi-sanksi ini tidak mendukung upaya yang dipimpin AS untuk mencapai gencatan senjata, memulangkan semua sandera, dan mengakhiri perang di Gaza," kata Rubio dalam sebuah pernyataan.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Inggris mengumumkan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir dilarang memasuki Inggris. Selain itu, aset keduanya akan dibekukan di negara tersebut.
Australia, Kanada, Selandia Baru, dan Norwegia juga menjatuhkan langkah-langkah baru terhadap kedua menteri itu, di tengah meningkatnya kritik internasional terhadap cara pemerintah Israel menangani konflik dengan Hamas.
Sanksi-sanksi ini menandai perbedaan sikap antara lima negara tersebut dengan sekutu terdekat Israel, Amerika Serikat. Rubio pun mendesak para mitra agar “tidak melupakan siapa musuh yang sebenarnya” dan berdiri “bahu membahu dengan Israel” melawan Hamas.
Menghasut Kekerasan
Ben Gvir dan Smotrich “telah menghasut kekerasan ekstremis dan pelanggaran serius terhadap hak asasi warga Palestina,” kata para menteri luar negeri dari kelima negara dalam pernyataan bersama.
“Tindakan-tindakan ini tidak dapat diterima. Itulah mengapa kami mengambil langkah sekarang – untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab,” tambah mereka.
Seorang pejabat pemerintah Inggris, yang berbicara dengan syarat anonim, menyatakan Kanada dan Australia juga menjatuhkan sanksi. Norwegia dan Selandia Baru hanya menerapkan larangan perjalanan. Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, mengecam sanksi tersebut sebagai “tidak masuk akal.”
Bahasa yang mengerikan
Smotrich dan Ben Gvir merupakan bagian dari koalisi pemerintahan yang rapuh pimpinan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Keduanya menuai kritik atas sikap keras mereka terhadap perang di Gaza dan komentar mereka terkait permukiman di Tepi Barat, wilayah Palestina lainnya yang diduduki.
Smotrich, yang tinggal di permukiman di Tepi Barat, mendukung perluasan permukiman dan telah menyerukan aneksasi wilayah tersebut. Bulan lalu, ia menyatakan Gaza akan “dihancurkan sepenuhnya” dan warga sipil akan “mulai pergi dalam jumlah besar ke negara ketiga.”
Ben Gvir juga telah menyerukan agar warga Gaza dipindahkan dari wilayah yang terkepung tersebut.
Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, mengatakan kedua tokoh tersebut menggunakan “bahasa ekstremis yang mengerikan”. Ia akan “mendorong pemerintah Israel untuk mengecam dan menjauhkan diri dari bahasa tersebut.”
Menteri Luar Negeri Selandia Baru, Winston Peters, menegaskan langkah-langkah tersebut tidak ditujukan kepada rakyat atau pemerintah Israel. “Sebaliknya, larangan perjalanan ini ditujukan kepada dua individu yang menggunakan posisi kepemimpinan mereka untuk secara aktif merusak perdamaian dan keamanan serta menghapus prospek solusi dua negara,” ujarnya dalam sebuah pernyataan.
Kekerasan harus dihentikan
Kementerian Luar Negeri Inggris menyatakan dalam pernyataannya “pemukim ekstremis telah melakukan lebih dari 1.900 serangan terhadap warga sipil Palestina sejak Januari tahun lalu.”
Disebutkan kelima negara tersebut “menyatakan dengan tegas bahwa kekerasan dan intimidasi yang meningkat oleh pemukim Israel terhadap komunitas Palestina di Tepi Barat harus dihentikan.” “Langkah-langkah hari ini tidak bisa dilihat secara terpisah dari peristiwa di Gaza, di mana Israel harus mematuhi hukum humaniter internasional,” kata kementerian itu.
Ditambahkan kelima negara tersebut “mendukung keamanan Israel dan akan terus bekerja sama dengan pemerintah Israel untuk mendorong tercapainya gencatan senjata segera di Gaza.”
Inggris sebelumnya telah menangguhkan negosiasi perdagangan bebas dengan Israel bulan lalu dan memanggil duta besar Israel untuk menyampaikan protes atas perilaku dalam perang tersebut.
Inggris juga telah mengumumkan pembatasan keuangan dan larangan perjalanan terhadap beberapa pemukim terkemuka, serta dua pos permukiman ilegal dan dua organisasi yang dituduh mendukung kekerasan terhadap komunitas Palestina. (AFP/Z-2)