
KEJAKSAAN Negeri (Kejari) Kota Bandung Jawa Barat (Jabar) telah memeriksa mantan Direktur Utama (Dirut) PT Bio Farma, Honesti Basyir (HB) pada dua pekan lalu terkait rasuah pengadaan vaksin Covid-19.
Untuk diketahui Bio Farma merupakan badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkantor pusat di Kota Bandung, Jabar dan satu-satunya produsen vaksin lokal di Indonesia, yang memproduksi vaksin dan serum untuk mendukung imunisasi di Indonesia dan negara-negara lain.
Kepala Kejari Kota Bandung, Irfan Wibowo menyatakan penyelidikan kasus dugaan korupsi di Bio Farma hingga kini masih berlangsung. Kejari sudah memeriksa puluhan saksi.
"HB sudah hadir untuk kami mintai keterangan. Saat ini masih tahap penyelidikan dalam rangka pengumpulan barang bukti, data serta keterangan," jelas Irfan.
Irfan menambahkan, kasus dugaan rasuah tersebut hingga kini belum dinaikkan statusnya ke tingkat penyidikan. "Dapat saya sampaikan, penanganannya (pengusutan) masih dalam tahap penyelidikan ya, bukan tahap penyidikan," papar Irfan.
Tak menutup kemungkinan lanjut Irfan, HB bakal kembali dipanggil untuk dimintai keterangan. Di sisi lain, Irfan mengaku kurang mengetahui sudah berapa kali tim penyelidik memanggil HB terkait kasus ini.
"Untuk detail teknis proses penanganan kasus tersebut, bisa tanyakan ke Kasi Pidana Khusus (Pidsus) dan yang jelas kasus ini masih tahap penyelidikan, bukan penyidikan," beber Irfan.
Kasi Pidsus Kejari Kota Bandung, Ridha Nurul Ihsan, membenarkan bahwa HB telah dipanggil sebagai saksi untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi di Bio Farma.
"Saat ini kasus dugaan korupsi di Bio Farma masih dilakukan penyelidikan dan pengumpulan data (puldata) dan bahan keterangan sebelum dinaikan ke tingkat penyidikan," paparnya.
Saat disinggung soal waktu pemeriksaan HB, Ridha mengaku tidak mengingat tanggal pemeriksaannya karena harus melihat terlebih dahulu berita acara pemeriksaan di kantor Kejari Kota Bandung. "Untuk tanggal pastinya saya lupa dan harus melihat dulu berita acaranya di kantor," ujarnya.
Temuan BPK
Berdasaekan informasi yang diperoleh, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) juga sempat mencatat adanya temuan yang berpotensi merugikan PT Bio Farma, karena tidak optimalnya penjualan vaksin Covid-19 dalam program Vaksinasi Gotong Royong (VGR).
Vaksinasi Gotong Royong sendiri merupakan program yang dijalankan pemerintah dengan menyebarkan vaksin Covid-19 dengan biaya yang ditanggung perusahaan atau badan usaha. Namun, penyalurannya disebut tak optimal imbas dari perubahan kebijakan terkait vaksinasi gratis yang ditanggung pemerintah.
Target penjualan vaksinasi Gotong Royong (VGR) untuk Covid-19 sebanyak 7,5 juta dosis oleh PT Bio Farma tidak tercapai, karena adanya perubahan kebijakan vaksin gratis dari pemerintah. Akibatnya, VGR tidak diminati dan skema pendistribusian VGR ditunda.
Menurut audit BPK, hingga 30 November 2022, VGR yang belum terdistribusi sebanyak 3.208.542 dosis. Nilainya ditarsir sebesar Rp525,18 miliar yang hampir melewati batas kedaluwarsa di 2025. Akibatnya, persediaan VGR yang bakal kedaluwarsa pada 2025 berpotensi membebani keuangan PT Bio Farma minimal sebesar Rp 525,18 miliar. (E-2)