
MINUMAN kopi selama ini dipercaya dapat membantu kita untuk fokus dan berkonsentrasi saat bekerja. Kandungan kafein dalam kopi diyakini bisa meningkatkan kewaspadaan dan energi. Namun, tidak semua orang bisa menikmati kopi mengalami efek samping seperti asam lambung naik, ketergantungan kafein, hingga sulit tidur. Lalu, bagaimana caranya mendapatkan booster dari kopi tanpa takut efek sampingnya?
Ada solusi alternatif bagi mereka yang tetap ingin minum kopi tanpa harus takut 'ancaman' kafein, yakni melalui jenis decaf. Kopi decaf (decaffeinated) merupakan jenis yang di dalamnya hampir tidak terkandung kafein. Merunut sejarahnya, jenis kopi itu pertama kali ditemukan oleh pedagang kopi di Jerman, Ludwig Roselius. Ia lantas mengajukan paten pada 1906 untuk metode yang melibatkan penguapan biji kopi dengan air garam agar mengembang. Kondisi tersebut mempermudah ekstraksi kafein dengan berbagai pelarut, yang dipilih ialah benzena.
Namun, metode milik Roselius itu tidak lagi digunakan karena benzena diketahui berbahaya bagi kesehatan manusia. Meski begitu, konsep dasar proses itu merendam biji kopi dalam air garam masih menjadi prinsip utama dalam sebagian besar teknik dekafeinasi modern. Di Indonesia, salah satu yang menggeluti proses pembuatan kopi decaf ialah Hikmat R. Pada tahun ini, ia mulai membuka jasa pemrosesan kopi decaf lewat Radiks. Ia mengenal proses kopi decaf sejak 2015 melalui dosennya. Hikmat menempuh studi diploma analis kimia UII pada 2010-2013, dilanjutkan dengan sarjana pada 2013-2019. Saat ini ia tengah menempuh magister kimia di kampus yang sama. Dalam riset studinya sendiri, Hikmat berfokus pada metabolomik.
“Kalau secara teori, memang semua jenis biji kopi bisa dilakukan proses decaf. Tapi tentunya setiap daerah punya biji kopi dengan karakteristik yang berbeda-beda, misalnya kepadatan hingga citarasa dasarnya. Jadi itu diuji secara fisik dan uji citarasanya dulu,” kata Co-Founder Radiks, Hikmat, saat dihubungi Media Indonesia melalui sambungan telepon, Selasa (25/2).
Dalam proses decaf, Hikmat menggunakan metode supercritical fluid extraction, pengembangan dari metode CO2 yang memang dikenal menjadi salah satu proses dekafeinasi kopi. Dengan metode tersebut, proses yang dibutuhkan untuk menurunkan kadar kafein dalam biji kopi membutuhkan waktu 1–2 jam.
“Metode yang saya gunakan lebih untuk menjaga kemurnian kadar kafeinnya yang lebih tinggi dan pemisahannya lebih optimal tanpa merusak senyawa citarasa yang ada pada kopinya,” ucap Hikmat.
Hikmat mengaku belum ada sebulan membuka jasa pemrosesan kopi decaf bersama Radiks yang berbasis di Yogyakarta. Dalam kurun waktu tersebut, sudah ada 200 kilogram biji kopi yang minta diproses menjadi decaf. “Permintaan itu dari Bali, Jakarta, Medan, dan Uni Emirat Arab, rata-rata dari roastery. Terakhir, saya memproses decaf robusta Lampung, kadar kafeinnya itu bisa tinggal 0,02%. Sementara itu, arabika dari Temanggung mencapai 0,3% kafeinnya,” tutur Hikmat.
ALTERNATIF
Salah satu kedai kopi yang menyediakan racikan dari biji kopi decaf ialah Work Unusual di Bandung, Jawa Barat. Kedai kopi tersebut menyajikan pilihan kopi decaf sejak tahun lalu menggunakan biji dari Kolombia dengan metode decaf sugarcane. Metode itu secara sederhananya menggunakan senyawa yang berasal dari tebu untuk mengekstrak kafein dari biji kopi.
“Alasan untuk menjual kopi decaf tidak ada yang berkaitan dengan kesehatan karena specialty kopi yang kami tawarkan sudah masuk grade bagus. Selama minumnya tanpa gula, sejauh ini memang bisa dikategorikan sebagai minuman yang berguna untuk kesehatan. Cuma ternyata ada beberapa orang yang punya intoleransi terhadap kondisi tertentu, seperti yang sakit lambung. Awalnya bertemu dengan kopi decaf dari retail coffee shop luar Indonesia,” ujar Regi Suryo dari Work Unusual saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu (22/2).
Meski kesan awal mencoba kopi decaf kurang memuaskan, dalam perkembangannya, jenis kopi rendah kafein itu dapat diolah menjadi minuman yang tetap memiliki citarasa tersendiri. Jika dari hulunya sudah diproses dengan baik, menurut Regi, rasa dari kopi decaf tidak kalah dengan kopi yang biasanya dikonsumsi. Di Work Unusual, umumnya pilihan decaf disajikan ke minuman kopi yang dipadukan dengan susu. Selain itu, untuk menu dengan dasar espreso seperti amerikano dan long black.
“Secara treatment tidak jauh berbeda dengan kopi biasa. Tapi memang secara karakteristik dari si kopi, teksturnya, perlu ada adjustment sedikit. Dari proses decaf sugarcane, biasanya karakteristik kopinya setelah di-roasting jadi seperti berpori-pori. Kepadatannya juga berkurang karena mungkin sudah diluruhkan, ya, beberapa kandungan di dalamnya, jadi kayak lebih ringan, density-nya juga rendah," ungkap Regi.
Intinya, imbuh Regi, kopi decaf memiliki body yang ringan sehingga lebih encer. Pun warna kremanya ridak terlalu pekat. Ia mencontohkan jika memilih kopi decaf lalu membuat latte art, akan sulit karena terlalu encer.
Di Work Unsual, mereka masih dalam tahap memperkenalkan kopi decaf. Secara penjualan, porsi kopi decaf masih berada di kisaran 20% dari total keseluruhan. Regi dan teman-teman akan menyarankan kepada konsumen soal kopi decaf dari segi keunikan rasa seperti manis, soft, lebih ringan, dan tidak terlalu asam.
"Kalau dari penjualan, berdasarkan kesehatan biasanya kami suggest itu juga. Biasanya ada orang yang mau ngopi malam, tapi enggak mau terbebani sama efek kafeinnya, pasti kami suggest kopi decaf atau yang punya masalah lambung atau intoleran terhadap kafein,” tutur Regi.
Sementara itu, di Radiks, Hikmat biasanya akan memproses kopi decaf dengan tetap mempertahankan citarasa. Itu bukan berarti menjadi sama persis seperti yang belum didekafeinasi, tetap ada aspek-aspek yang dipertahankan seperti acidity hingga kompleksitas. Namun, pada dasarnya kadar pahitnya memang dikurangi.
"Karena kafein basic-nya bitter, jadi perlu dikurangi. Namun, itu juga pasti akan berpengaruh ke kompleksitas kopinya." (decafco.com/M-2)