Kementerian PPPA Susun Modul Edukasi untuk Pencegahan P2GP atau Sunat Perempuan

5 hours ago 4
Kementerian PPPA Susun Modul Edukasi untuk Pencegahan P2GP atau Sunat Perempuan ilustrasi(freepik)

KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) akan menyusun modul edukasi untuk memperkuat peran Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) dalam upaya pencegahan Pemotongan dan Perlukaan Genitalia Perempuan (P2GP) atau yang dikenal dengan “sunat perempuan”.
 
Asisten Deputi Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Pemenuhan Hak Anak Wilayah II Kemen PPPA Eko Novi Ariyanti menekankan, Puspaga memiliki posisi strategis sebagai layanan berbasis keluarga. Mereka dinilai mampu memberikan edukasi langsung, deteksi dini, serta merujuk kasus ke UPTD PPA.

“P2GP adalah bentuk kekerasan terhadap anak perempuan yang tidak dapat dibenarkan dalam bentuk apa pun, termasuk praktik simbolis yang kerap dianggap ringan,” tegas Eko Novi dalam keterangan resmi, Senin (7/7).
 
Ia juga menekankan pentingnya sistem rujukan yang jelas bagi tenaga kesehatan yang menolak praktik P2GP. Pendekatan edukatif dianggap lebih efektif dibanding pendekatan hukum yang justru dapat membuat masyarakat enggan melapor.

“Jika pendekatannya terlalu keras, masyarakat bisa menjauh. Edukasi berbasis komunitas adalah kunci,” ujar Eko Novi.

Menurutnya, Puspaga memiliki potensi besar sebagai garda terdepan dalam perubahan sosial. Hal itu terutama dalam membangun pemahaman bahwa P2GP, dalam bentuk apa pun, berisiko melanggar hak anak dan membahayakan kesehatan fisik maupun psikis mereka.
 
"Harapannya, melalui penyusunan modul edukasi ini, Puspaga di seluruh Indonesia dapat memiliki materi yang seragam, sensitif budaya, dan aplikatif dalam mengedukasi masyarakat. Dengan pendekatan kolaboratif dan edukatif yang menghargai kearifan lokal, Indonesia dapat bergerak lebih cepat menuju penghapusan praktik P2GP secara menyeluruh," tambah Eko Novi.
 
Sementara itu, fasilitator P2GP dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Suci Maysaroh mengungkap bahwa praktik P2GP, terutama yang bersifat simbolis, masih marak terjadi di masyarakat. Hal itu disebabkan oleh pengaruh tradisi dan kurangnya informasi yang benar, bahkan di kalangan tenaga kesehatan dan kader.

“Sejak 2013, kurikulum kebidanan tidak lagi mengajarkan praktik P2GP. Bidan harus berani menolak karena tidak ada dasar hukum maupun manfaat kesehatannya,” ujar Suci Maysaroh, fasilitator P2GP dari IBI.
 
Anggota Puspaga Kabupaten Bogor Telly Yuviarly menyampaikan bahwa pihaknya telah secara aktif menyisipkan edukasi tentang bahaya P2GP ke dalam sesi pengasuhan positif dan kesehatan reproduksi. Namun, tantangan di lapangan masih besar.

“Banyak kader belum mengetahui bahwa sunat perempuan, meskipun hanya simbolis, tetap dilarang. Dibutuhkan edukasi yang konsisten dan kontekstual,” ujarnya Telly.
 
Survei cepat terhadap 30 Puspaga menunjukkan bahwa sebagian besar belum memiliki materi edukasi khusus terkait P2GP. Selain itu, istilah sunat perempuan masih lebih dikenal dibanding P2GP. Hal itu menandakan perlunya penyamaan istilah dalam materi edukasi kepada publik.
 
Penyusunan modul edukasi ini diharapkan mampu memperjelas peran Puspaga dalam pencegahan P2GP, serta memberikan panduan praktis dan seragam bagi fasilitator di lapangan. Modul ini nantinya akan menjadi referensi nasional untuk edukasi keluarga dan komunitas, sekaligus memperkuat kolaborasi Puspaga dengan tokoh agama, tenaga kesehatan, dan pihak terkait lainnya. (H-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |