Kebijakan Rombel 50 Siswa Diperbolehkan untuk Kondisi Tertentu

5 hours ago 4
Kebijakan Rombel 50 Siswa Diperbolehkan untuk Kondisi Tertentu Siswa SMA belajar dibimbing seorang guru.(Antara/ Makna Zaezar)

KETUA Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, angkat bicara mengenai kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengizinkan 50 siswa dalam satu rombongan belajar (rombel) atau satu kelas. Kebijakan Dedi ini mendapat kritik dan dinilai ikut menyebabkan SMA/SMK swasta di Jabar sepi peminat.

Hetifah mengatakan bahwa penambahan siswa dari 36 menjadi 50 dalam satu rombel, sebenarnya sudah tertuang dalam Permendikbud No. 47 Tahun 2023 dan penjelasan teknis dalam SK BSKAP (Badan Standar Kurikulum dan Asasmen Pendidikan) No. 071 Tahun 2024. Di situ disebutkan bahwa ketentuan maksimal 50 peserta didik per rombongan belajar (rombel) di SMA/SMK dapat diberlakukan secara fleksibel melalui pengecualian dalam kondisi tertentu.

“Pengecualian ini ditujukan untuk menjawab tantangan spesifik di wilayah dengan karakteristik khusus, yaitu wilayah Padat Penduduk dengan Keterbatasan Satuan Pendidikan, Wilayah yang Menerima Peserta Didik dari Daerah Lain, dan Wilayah dengan Kondisi Khusus,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Jumat (11/7).

Kelas dan Guru Harus Memadai

Lebih lanjut, Hetifah menambahkan bahwa pengecualian tersebut memungkinkan satuan pendidikan di wilayah-wilayah tersebut untuk menyesuaikan kapasitas rombel tanpa mengorbankan kualitas layanan.

“Namun, tetap wajib memastikan ketersediaan infrastruktur pendukung seperti ruang kelas tambahan dan proporsi guru serta sarana prasarana yang memadai. Artinya, kebijakan terkait rombel, sudah diatur, dan kebijakan ini saya kira sudah mencerminkan pendekatan kontekstual dalam sistem pendidikan nasional, terutama untuk menjawab ketimpangan akses di daerah spesifik,” tegas Hetifah.

Namun demikian, Hetifah menyarankan agar kebijakan rombel 50 siswa perlu dievaluasi mendalam. Pelaksanaannya harus dengan mempertimbangkan ketersediaan sarana prasarana seperti luas ruang kelas sesuai Permendikbudristek dan dampak terhadap sekolah swasta, termasuk risiko penurunan mutu pendidikan.

“Kami mendorong transparansi kebijakan dan koordinasi antara pemerintah pusat-daerah untuk memastikan pemerataan akses tanpa mengorbankan kualitas pembelajaran,” pungkasnya. (M-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |