
KASUS penyunatan ukuran minyak goreng kemasan rakyat bermerek Minyakita sulit ditangani lewat tindak pidana korupsi (tipikor). Sejauh ini, penyidikan kasus tersebut ditangani oleh Satgas Pangan Polri.
Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah, menjelaskan peredaran Minyakita di pasaran selama ini bukan bagian dari kebijakan negara. Diketahui, Minyakita bukan minyak goreng subsidi pemerintah, melainkan kontribusi pelaku usaha eksportir produk turunan kelapa sawit ke pasar dalam negeri melalui skema domestic market obligation (DMO).
"Sulit (ditangani dengan tipikor) karena bukan kebijakan negara. Kecuali kalau ditemukan dugaan gratifikasi di wilayah periizinannya, baik di Kementerian Perdagangan, BPOM, sertifikat halal, atau SNI, baru bisa pakai UU Tipikor," kata Herdiansyah kepada Media Indonesia, Selasa (11/3).
Oleh karena itu, ia mendorong aparat penegak hukum untuk mengeluarkan upaya lebih dalam penyelidikan dan penyidikan kasus pengurangan ukuran produk Minyakita di pasaran saat ini.
Diketahui, Satgas Pangan Polri sudah mengidentifikasi tiga produsen Minyakita yang diduga mengurangi isi kemasan dari ukuran pada label kemasan, yakni 1 liter. Ketika beredar di pasaran, ditemukan bahwa minyak dalam kemasan Minyakita hanya berisikan 700-900 ml. Ketiga perusahaan tersebut adalah PT Artha Eka Global Asia, Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara, dan PT Tunas Agro Indolestari.(M-2)