
FORUM Purnawirawan Prajurit TNI mengirimkan surat kepada MPR dan DPR tentang desakan pemakzulan terhadap Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka. Dalam surat yang dihimpun Media Indonesia, terdapat sejumlah alasan Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengusulkan kepada MPR dan DPR untuk segera memproses pemakzulan terhadap Gibran.
Pertama, dari surat tersebut, Dasar Konstitusional. Berdasarkan Pasal 7A UUD 1945 amandemen III, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Lalu, Pasal 7 B yang berbunyi usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Adapun, argumentasi hukum dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengajukan pemakzulan ialah adanya pelanggaran prinsip hukum, etika publik dan konflik kepentingan. Gibran memperoleh tiket pencalonan melalui perubahan batas usia capres-cawapres dalam Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023.
Proses tersebut dinilai telah melanggar UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, dinyatakan tidak sah (cacat hukum), karena Ketua Hakim MK yang memutuskan perkara (Anwar Usman), adalah paman dari Gibran Rakabuming Raka dan telah melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim.
"Dengan demikian, terbukti bahwa keputusan tersebut menunjukkan tidak independen karena adanya intervensi melalui relasi keluarga langsung (paman-keponakan) antara Ketua MK Anwar Usman dengan Sdr. Gibran Rakabuming Raka. Hal ini bertentangan dengan prinsip imparsialitas lembaga peradilan dan asas fair trial dalam hukum tata negara," tulis surat tersebut.
Kedua, soal kepatutan dan kepantasan. Forum Purnawirawan Prajurit TNI menilai Gibran dengan kapasitas dan pengalaman yang sangat minim, hanya dua tahun menjabat walikota Solo, pendidikan dan ijazahnya yang amat patut diduga tidak jelas, sangat naif bagi negara ini bila memiliki seorang Wakil Presiden yang tidak patut dan tidak pantas untuk memimpin rakyat Indonesia sebesar ini.
Bila dibandingkan dengan Wapres-wapres Indonesia sebelumnya, sangatlah jauh kapasitas, integritas dan intelektualitasnya dengan Wapres saat ini. Apalagi dapat dibayangkan
apabila presiden berhalangan tetap, maka Wapres yang tidak pantas, tidak patut dan tidak memiliki kapasitas tersebut menggantikan posisi Presiden.
"Sebagaimana yang kita ketahui selama 6 (bulan) menjabat Wapres, tidak terlihat kemampuan Sdr. Gibran Rakabuming Raka dalam membantu tugas Presiden, bahkan menjadi beban bagi Presiden Prabowo Subianto dalam menjalankan tugas-tugasnya," bunyi surat tersebut.
Selanjutnya, ditinjau dari moral dan etika, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menilai kasus akun "fufufafa" menjadi sorotan publik karena dugaan kuat keterkaitannya dengan Gibran. Akun Kaskus
"fufufafa" aktif antara tahun 2013 hingga 2019, dikenal sering membuat komentar yang menghina tokoh politik seperti Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, Susilo Bambang Yudhoyono, Anies Baswedan, serta sejumlah selebritas perempuan dengan komentar seksual dan rasis, termasuk terhadap masyarakat Papua.
Pada 31 Agustus 2024, akun ini menjadi viral setelah unggahan di platform X (sebelumnya Twitter) mengungkap aktivitasnya. Investigasi lebih lanjut oleh kelompok peretas Anonymous
Indonesia mengklaim bahwa data pribadi yang terkait dengan akun tersebut, seperti nomor telepon, email, dan informasi lainnya, mengarah pada Gibran.
"Dari kasus tersebut, tersirat moral dan etika Gibran sangat tidak pantas dan tidak patut untuk menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia."
Terakhir, dugaan korupsi Joko Widodo dan Keluarga. Forum Purnawirawan Prajurit TNI menilai dugaan kuat korupsi Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep
yang dilaporkan oleh Ubedilah Badrun sejak tahun 2022 ke KPK. Saat itu Gibran sudah menjadi Walikota Solo yang merupakan pejabat publik. Ubedilah melaporkan relasi bisnis Gibran dan Kaesang yang merupakan putra Joko Widodo berpotensi kuat terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. Mereka menduga KKN tersebut terjadi berkaitan dengan adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura ke perusahaan rintisan kuliner anak Joko Widodo.
"Selanjutnya kami mengusulkan agar DPR melalui aparat penegak hukum segera menindaklanjuti dugaan korupsi yang melibatkan Presiden ke-7 Joko Widodo dan Keluarganya (Sdr. Gibran Rakabuming Raka dan Sdr. Kaesang Pangarep)," tulis surat yang ditandatangani empat purnawirawan TNI tersebut, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto. (H-4)