
PENGAMAT ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, menilai bahwa situasi memanas di Timur Tengah, khususnya penutupan Selat Hormuz akibat konflik Iran-Israel, seharusnya menjadi dorongan kuat bagi Indonesia untuk mempercepat implementasi energi baru terbarukan (EBT) dan sumber energi alternatif seperti biodiesel.
“Saatnya kita memulai untuk menjalankan rencana implementasi EBT, terlepas dari dinamika konflik yang terjadi di Timur Tengah mengingat kawasan ini selalu rawan akan konflik, sementara pasokan energi kita saat ini masih bertumpu dari Timur Tengah salah satunya,” ujar Eko.
Menurut Eko, penutupan Selat Hormuz sebagai konsekuensi dari serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran merupakan sinyal kuat bagi Indonesia untuk tidak lagi menunda langkah transisi menuju EBT dan energi alternatif.
Ia menambahkan bahwa ketahanan energi merupakan salah satu prioritas utama dalam visi pembangunan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ke depan.
“Cara terbaiknya kita harus lebih banyak melakukan upaya percepatan EBT dan energi alternatif. Riset dan pengembangan menjadi kunci utama untuk penerapan EBT dan energi alternatif ini. Kalau hal ini bisa dilakukan maka ke depannya Indonesia bisa lebih survive karena tidak lagi bergantung pada energi migas,” kata Eko.
Eko juga menyampaikan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar dalam hal pasokan EBT dan biodiesel, namun tantangan utamanya masih terletak pada harga keekonomian.
Ia optimistis, jika penggunaan EBT dan energi alternatif sudah tersebar luas dan massif, maka harga produksi energi dari sumber-sumber tersebut akan semakin kompetitif.
Sebagai informasi, pada Minggu, Parlemen Iran telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz sebagai respons atas serangan AS. Padahal, Selat Hormuz merupakan salah satu jalur pelayaran tersibuk dan paling penting bagi distribusi minyak dunia. (Ant/I-3)