Hopelessness? Ketika Mahasiswa Menyusun Skripsi

1 week ago 13
Hopelessness? Ketika Mahasiswa Menyusun Skripsi ilustrasi(MI/Duta)

MAHASISWA tingkat akhir kerap menjadi sorotan yang tidak akan ada habisnya. Mahasiswa tingkat akhir akan dihadapkan pada tekanan yang luar biasa, baik dari sisi akademik maupun kehidupan pribadi. Salah satu syarat untuk lulus dari strata satu (sarjana) adalah membuat skripsi

Skripsi merupakan suatu tugas yang berbentuk karya tulis ilmiah dari suatu penelitian dan pada umumnya mahasiswa belum berpengalaman. Hal ini dapat menimbulkan perasaan cemas, takut gagal, atau bahkan rasa tidak memiliki arah yang jelas, yang akhirnya membuat mereka merasa terperangkap dalam keputusasaan (hopelessness).

Keputusasaan yang dialami mahasiswa semester akhir berdampak pada kesehatan fisik dan mental. Berakibat stres berlebihan yang dapat menyebabkan gangguan tidur, penurunan nafsu makan, atau bahkan gejala depresi yang lebih serius. Survei Kesehatan Indonesia pada 2023 menunjukkan bahwa tingkat depresi remaja berusia 15 sampai dengan 24 tahun sebesar 61%. Dari data tersebut usia mahasiswa tingkat akhir termasuk dalam kategori remaja yang mengalami depresi. 

Terdapat beberapa kasus yang menunjukkan bahwa terdapat mahasiswa tingkat akhir  yang mengalami depresi hingga merasa putus asa karena menyelesaikan skripsi tidak kunjung selesai, sehingga melakukan hal-hal yang membahayakan diri. Salah satu kasus yang dilaporkan oleh Kompas pada tanggal 12 Juli 2020 menyebutkan bahwa seorang mahasiswa di Samarinda, Kalimantan Timur diduga mengakhiri hidupnya dikarenakan skripsinya sering ditolak oleh dosen. Hal itu membuat mahasiswa tersebut tidak kunjung lulus. Kasus lainnya yang dilaporkan oleh Kumparannews (2023) terdapat mahasiswa Universitas Jambi berusia 23 tahun mengakhiri hidup diduga mengalami depresi akibat skripsi. 

Keputusasaan dapat melibatkan ekspektasi negatif individu mengenai dirinya dan masa depan yang dimilikinya (Beck, 1979 dalam Utomo & Rahmasari, 2024). Lalu, apa saja yang membuat mahasiswa tingkat akhir rentan mengalami hopelessness?. Mari kita lihat dari dua sisi: internal dan eksternal. 

Menurut Polina dan Siang (2009, dalam Maharani et al., 2024) dari segi faktor internal, mahasiswa kurang termotivasi dan memiliki minat yang kecil dalam mengerjakan skripsi. Lalu, rasa cemas dapat menurunkan kepercayaan diri mahasiswa ketika melihat teman satu angkatan sudah selangkah lebih maju dalam pengerjaan skripsi. Hal tersebut dapat membuat mahasiswa tingkat akhir merasa menyerah dan mudah untuk putus asa. 

Kemudian dari segi faktor eksternal, sebagian mahasiswa kesulitan dalam mencari responden penelitian, pencarian studi literatur dan pencarian data di lapangan. Selain itu, mahasiswa merasa tertekan ketika bertemu dengan dosen pembimbing. Mahasiswa takut idenya ditolak, bingung menyampaikan pendapat, atau merasa tidak sejalan dengan dosen pembimbing. Terlebih lagi, ketika dosen memiliki banyak pertanyaan yang membuat mahasiswa mengalami kelelahan fisik dan mental yang dapat memicu stres dan rasa putus asa. 

Solusi Mengatasi Keputusasaan di Kalangan Mahasiswa?

Pertama, perlunya menjaga kesehatan fisik seperti menjalani gaya hidup sehat dengan olahraga teratur, tidur yang cukup, serta pola makan yang seimbang (Imam, 2024). 

Kedua, mencari makna positif dan mengubah cara pandang menjadi lebih positif ketika menghadapi suatu tekanan dalam menyusun skripsi. Dengan demikian mahasiswa memiliki harapan (Imam, 2024). 

Ketiga, mencari dukungan sosial dan emosional. Dukungan sosial merupakan bantuan yang paling dicari oleh mahasiswa tingkat akhir pada semester 6 ke atas. Dukungan sosial meliputi keluarga, teman ataupun dosen. Dukungan emosional seperti menjadi teman curhat (curahan hati) atau konseling. Bahkan bantuan lingkungan dalam proses penelitian dan pengumpulan data sangat diperlukan  (Susmiatin, 2025). 

Keempat, memiliki rasa percaya diri. Mahasiswa yang kurang percaya diri dapat membuat dirinya merasa “down” sehingga dapat memicu rasa putus asa. Tetapi, individu yang memiliki rasa percaya diri akan menjadi lebih semangat dalam menghadapi tekanan skripsi dengan menyadari bahwa setiap individu pasti  memiliki potensi (Permana et al., 2021).

Menurut Aaron T. Beck (1960, dalam HMPS BK UAD, 2022) menyatakan bahwa mengubah cara pandang dan memiliki persepsi yang baik terhadap diri sendiri dan masa depan dapat menjadi kunci untuk mengatasi keputusasaan. Keputusasaan yang dialami oleh mahasiswa semester akhir merupakan bagian dari perjalanan yang penuh tantangan. 

Dengan memiliki dukungan sosial yang tepat, mengubah cara pandang dan memiliki rasa percaya diri membuat mahasiswa berpikir bahwa kesulitan merupakan sebuah proses untuk mengatasi perasaan putus asa. Sehingga, dapat mendorong mahasiswa mempunyai harapan dan dapat melangkah maju menuju masa depan yang lebih cerah.

Percayalah, ketika mahasiswa dapat menyelesaikan skripsinya, ia akan merasakan kebanggaan tersendiri. Maka itu, sebagai mahasiswa perlu memperhatikan keadaan fisik dan psikis diri sendiri agar dapat mengelola segala tuntutan akademik dengan baik untuk menghindari keputusasaan.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |