
PEMERINTAH Hong Kong menyatakan kesiapannya untuk menampung lebih banyak mahasiswa internasional di universitas-universitasnya, menyusul keputusan kontroversial Amerika Serikat (AS) yang melarang Universitas Harvard menerima mahasiswa asing.
Langkah ini dinilai sebagai respons solidaritas atas dampak kebijakan yang dianggap mengganggu tatanan pendidikan global.
Pengumuman tersebut disampaikan di tengah meningkatnya ketegangan antara Washington dan Beijing, yang meliputi isu perdagangan, hak asasi manusia dan pertukaran akademik.
Pada Kamis (23/5), pemerintahan Presiden AS Donald Trump mengeluarkan kebijakan pelarangan bagi Harvard untuk menerima mahasiswa asing. Ini sebuah langkah yang langsung memicu gugatan hukum dari pihak universitas dan saat ini ditangguhkan sementara oleh pengadilan.
Menanggapi situasi itu, Menteri Pendidikan Hong Kong Christine Choi mengimbau seluruh lembaga pendidikan tinggi di kota tersebut agar membuka peluang bagi para mahasiswa yang terdampak.
“Kami mendesak semua universitas di Hong Kong untuk memfasilitasi penerimaan mahasiswa yang memenuhi syarat yang terdampak oleh kebijakan baru AS,” kata Choi seperti dilansir France 24, Minggu (25/5)
Dia menambahkan bahwa Biro Pendidikan Hong Kong telah menginstruksikan agar universitas-universitas mempertimbangkan pencabutan batas kuota pendaftaran internasional guna mengakomodasi mahasiswa yang terkena imbas.
Langkah konkret juga diambil oleh Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong (HKUST), yang secara terbuka menawarkan tempat bagi mahasiswa asing yang saat ini telah diterima atau tengah menempuh studi di Harvard.
“Untuk memastikan bahwa mahasiswa luar biasa dapat mengejar ambisi akademis mereka tanpa gangguan, HKUST menawarkan penerimaan tanpa syarat, prosedur pendaftaran yang disederhanakan, dan dukungan akademis,” bunyi pernyataan resmi universitas tersebut.
Meski Harvard masih menempati peringkat teratas dalam daftar universitas global versi US News and World Report, HKUST juga berada di posisi bergengsi, yakni peringkat ke-105 dari lebih dari 2.000 institusi pendidikan tinggi di dunia.
Presiden Trump belakangan ini diketahui kerap mengkritik Harvard, menuduhnya menyebarkan sentimen anti-Semit dan memajukan agenda liberal yang "sadar".
Ketegangan meningkat setelah Harvard disebut-sebut enggan memenuhi tuntutan administrasi untuk meningkatkan pengawasan terhadap proses rekrutmen dan penerimaan mahasiswa.
Pada Kamis (22/5), Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Kristi Noem menyatakan bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk memastikan Harvard dianggap bertanggung jawab atas hasutan kekerasan, anti-Semitisme, dan bekerja sama dengan Partai Komunis Tiongkok.
Namun, pada Jumat (23/5), seorang hakim federal mengeluarkan keputusan untuk menghentikan sementara pelarangan tersebut, menyebut bahwa kebijakan pemerintah itu mengandung unsur hukum yang dipertanyakan dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Pemerintah Tiongkok bereaksi cepat dengan mengecam keras kebijakan tersebut, menuduh Amerika Serikat mempolitisasi dunia pendidikan dan merusak hubungan akademis yang telah lama terjalin.
“Ini hanya menodai citra global dan kredibilitas Amerika Serikat,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok.
Mahasiswa asal Tiongkok diketahui merupakan kelompok terbesar dalam komunitas internasional Harvard—sekitar 1.300 orang atau satu dari lima mahasiswa asing di kampus tersebut.
Secara keseluruhan, ratusan ribu warga negara Tiongkok saat ini sedang menempuh studi di berbagai institusi pendidikan tinggi di Amerika Serikat, yang selama ini dipandang sebagai simbol keunggulan dan kebebasan akademik. (H-2)