Homo Sapiens Bertahan dari Pergeseran Kutub Magnetik Berkat ‘Tabir Surya’ Alami dan Pakaian Jahitan

4 hours ago 2
Homo Sapiens Bertahan dari Pergeseran Kutub Magnetik Berkat ‘Tabir Surya’ Alami dan Pakaian Jahitan Ilustrasi(freepik)

MANUSIA purba Homo sapiens mungkin diuntungkan dari penggunaan "tabir surya" alami, pakaian yang dijahit, dan perlindungan gua selama pergeseran Kutub Magnetik Utara di Eropa sekitar 41.000 tahun lalu, menurut penelitian terbaru dari University of Michigan.

Teknologi tersebut diyakini mampu melindungi Homo sapiens di Eropa dari radiasi matahari yang berbahaya. Sementara itu, Neanderthal tampaknya tidak memiliki perlindungan serupa dan punah sekitar 40.000 tahun lalu, menurut studi yang dimuat dalam jurnal Science Advances, dipimpin peneliti dari Michigan Engineering dan Departemen Antropologi U-M.

Tim peneliti menemukan kutub magnetik bumi bergerak melintasi Eropa ketika terjadi proses alami pembalikan kutub magnetik, yang telah terjadi sekitar 180 kali dalam sejarah geologi Bumi. Meskipun pembalikan ini tidak sepenuhnya terjadi saat itu, medan magnet bumi melemah drastis hingga memungkinkan aurora muncul di sebagian besar wilayah dunia dan sinar UV yang lebih berbahaya menembus atmosfer.

Pada waktu yang hampir bersamaan, Homo sapiens mulai lebih sering membuat pakaian yang dijahit dan menggunakan oker—mineral yang memiliki sifat pelindung terhadap sinar matahari ketika dioleskan ke kulit. Perilaku ini mungkin menjadi salah satu faktor penyebaran Homo sapiens di Eropa dan Asia, sementara populasi Neanderthal mulai menurun.

“Kami menggabungkan seluruh wilayah yang medan magnetnya tidak terlindungi, sehingga memungkinkan radiasi kosmik dan partikel energetik dari matahari menembus hingga ke permukaan bumi,” kata Agnit Mukhopadhyay, penulis utama dan peneliti di bidang sains iklim dan teknik luar angkasa U-M.

“Kami menemukan bahwa banyak wilayah tersebut sangat cocok dengan lokasi aktivitas awal manusia sekitar 41.000 tahun lalu—khususnya peningkatan penggunaan gua dan bahan seperti ‘tabir surya’ prasejarah.”

Kutub yang Mengembara dan Efeknya

Medan magnet bumi tercipta dari rotasi inti bumi yang cair, terutama dari besi cair, yang menghasilkan arus listrik dan membentuk medan pelindung terhadap radiasi kosmik. Interaksi partikel-partikel bermuatan dari matahari dengan medan magnet bumi inilah yang menghasilkan aurora.

Mukhopadhyay membangun model interaksi ini menggunakan Space Weather Modeling Framework, perangkat numerik yang dikembangkan oleh U-M untuk mempelajari matahari, tata surya, dan lingkungan ruang angkasa planet.

Selama kejadian yang disebut Laschamps Excursion—sekitar 41.000 tahun lalu—medan magnet bumi menyusut menjadi hanya sekitar 10% dari kekuatannya saat ini. Ini menyebabkan kutub magnetik turun mendekati ekuator dan medan magnet bumi mengembang, memungkinkan aurora terlihat di Eropa dan bahkan Afrika Utara.

Dengan membangun model 3D dari sistem ruang angkasa bumi dan memetakan datanya ke permukaan dunia, tim peneliti menemukan bahwa masa Laschamps ini bertepatan dengan perubahan signifikan dalam perilaku manusia purba.

Radiasi, Oker, dan Evolusi Manusia

Neanderthal dan Homo sapiens sempat hidup berdampingan di Eropa. Homo sapiens (manusia modern secara anatomis) datang sekitar 56.000 tahun lalu. Namun, sekitar 40.000 tahun lalu, Neanderthal tidak lagi ditemukan sebagai spesies di wilayah tersebut.

“Perbedaan apa yang membuat Homo sapiens bertahan sementara Neanderthal punah telah menjadi pertanyaan utama antropologi selama puluhan tahun,” kata Raven Garvey, profesor antropologi U-M.

Salah satu perbedaan penting adalah teknologi pakaian. Di situs-situs arkeologi Homo sapiens, ditemukan alat penggaruk kulit, jarum, dan tusuk jahit, yang menunjukkan bahwa mereka membuat pakaian yang pas dengan tubuh. Pakaian ini tidak hanya lebih hangat, tapi juga memungkinkan mobilitas yang lebih luas untuk mencari makanan.

Pakaian tersebut juga kemungkinan besar memberikan perlindungan tambahan dari sinar matahari. Radiasi matahari diketahui menyebabkan masalah mata dan menguras folat yang penting untuk kehamilan sehat.

Homo sapiens juga diketahui lebih sering menggunakan oker, pigmen alam yang terdiri dari oksida besi, tanah liat, dan silika. Selain untuk menghias tubuh dan dinding gua, oker memiliki sifat melindungi kulit dari sinar matahari.

“Beberapa eksperimen menunjukkan oker cukup efektif sebagai tabir surya, dan beberapa kelompok etnografi juga menggunakannya untuk tujuan itu,” ujar Garvey. “Peningkatan penggunaan oker oleh Homo sapiens selama peristiwa Laschamps ini menunjukkan bahwa mereka mungkin memang menggunakannya sebagai pelindung matahari.”

Pelajaran untuk Masa Kini dan Planet Lain

Peneliti menekankan bahwa temuan ini bersifat korelasional, bukan bukti pasti. Namun, pendekatan ini memberi sudut pandang baru terhadap data yang sudah ada.

“Ini adalah analisis meta, dan bukan kesimpulan akhir,” kata Garvey. “Namun, ini cara baru melihat data lama, dengan mempertimbangkan peristiwa Laschamps.”

Mukhopadhyay menambahkan bahwa model 3D ini bisa digunakan untuk memprediksi dampak jika kejadian serupa terjadi di masa kini.

“Kalau ini terjadi sekarang, akan ada pemadaman di berbagai sektor. Satelit komunikasi tidak akan berfungsi, dan jaringan telekomunikasi di darat akan terganggu hanya karena badai matahari kecil. Dampaknya bagi manusia akan sangat besar,” ujarnya.

Selain itu, ia menunjukkan bahwa meskipun atmosfer bumi kala itu sangat berbeda, manusia tetap bisa bertahan—memberi wawasan tentang kemungkinan adanya kehidupan di planet lain meski tanpa medan magnet yang kuat.

“Banyak yang percaya bahwa kehidupan tak bisa bertahan tanpa medan magnet kuat. Tapi melihat bumi prasejarah dan peristiwa seperti ini memberi kita sudut pandang baru untuk mempelajari planet lain. Kehidupan ada waktu itu—meski tidak seperti sekarang.”

Penulis studi lainnya termasuk Michael Liemohn, Daniel Welling, Austin Brenner, Natalia Ganjushkina, Ilya Usoskin, dan Mikhail Balikhin. (Science Daily/Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |