
UNIVERSITAS Harvard mengajukan permohonan perintah pendahuluan pada Rabu (28/5) untuk mencegah Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) mencabut sertifikasi Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran (SEVP) miliknya.
Langkah hukum ini disampaikan hanya beberapa hari setelah seorang hakim federal menerbitkan perintah penahanan sementara (TRO) yang melarang DHS melanjutkan kebijakan pencabutan hingga sidang lanjutan berlangsung.
Di Gedung Putih, Presiden Donald Trump menambah tekanan dengan menyarankan agar jumlah mahasiswa internasional Harvard dikurangi hingga 15%.
Apa arti pencabutan SEVP bagi Harvard?
Jika sertifikasi benar?benar dicabut, Harvard tidak akan dapat mensponsori visa F atau J bagi mahasiswa dan akademisi asing pada tahun akademik 2025-2026.
Gugatan universitas menyebut potensi kehilangan sekitar 25% populasi mahasiswa.
Mahasiswa asing yang telah membayar uang kuliah, memegang visa, atau membeli tiket ke AS bisa kehilangan status mereka dan menghadapi risiko deportasi bersama lebih dari 300 anggota keluarga tanggungan.
DHS menyatakan Harvard gagal menyerahkan catatan perilaku pemegang visa pelajar yang dituduh terlibat aksi “pro-teroris” di kampus.
Sekretaris DHS Kristi Noem menulis bahwa merupakan hak istimewa, bukan hak, bagi universitas untuk menerima mahasiswa asing. Harvard menolaknya.
Noem memberi waktu 72 jam bagi universitas untuk menyerahkan data, batas waktu itu kini tertunda berkat TRO.
Pemerintahan Trump juga membekukan lebih dari US$2 miliar hibah riset dan menuntut kontrak federal tersisa senilai sekitar US$100 juta dibatalkan selambat-lambatnya 6 Juni.
Harvard berargumen bahwa tindakan DHS “melanggar hukum” dan meminta pengadilan memperpanjang perlindungan sementara. Sidang penentuan perpanjangan TRO dijadwalkan Kamis, 29 Mei.
Dampak luas dan respons internasional
Dengan kedutaan AS di seluruh dunia menghentikan penjadwalan visa pelajar, ribuan pelamar F-1, J-1, dan M-1 diperkirakan mengalami penundaan.
Beberapa universitas asing, termasuk Hong Kong University of Science and Technology (HKUST), secara terbuka menawarkan tempat bagi mahasiswa Harvard yang terdampak.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Marco Rubio menegaskan AS akan “
secara agresif mencabut visa pelajar Tiongkok dan telah memerintahkan pemeriksaan lebih ketat terhadap visa pelajar dan bisnis.
“Visa adalah hak istimewa, bukan hak,” kata Rubio seperti dilansir Financial Express, Kamis (29/5).
Hakim federal akan memutuskan pekan ini apakah perlindungan sementara bagi Harvard diperpanjang atau dicabut.
Keputusan tersebut akan menentukan nasib ribuan mahasiswa internasional yang saat ini terdaftar, sekaligus masa depan kolaborasi riset global di universitas tersebut. (H-2)