Gobel: Melindungi Konsumen akan Perkuat Industri dan Untungkan Negara

7 hours ago 4
 Melindungi Konsumen akan Perkuat Industri dan Untungkan Negara Calon pembeli melihat motor listrik yang dijual di Jakarta, Rabu (2/7/2025).(Antara/Bayu Pratama S)

ANGGOTA Komisi VI DPR RI, Rachmat Gobel, sangat mendukung amendemen terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen

"Dengan melindungi konsumen justru akan memperkuat industri dalam negeri dan akhirnya akan menguntungkan negara," katanya, Kamis, 10 Juli 2025. Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum antara Panitia Kerja RUU Perlindungan Konsumen Komisi VI DPR RI dengan asosiasi-asosiasi industri, yaitu dari industri makanan dan minuman, farmasi, elektronika, dan otomotif. 

Rapat ini merupakan bagian dari upaya DPR mendengarkan masukan dari berbagai pihak tentang amandemen UU Perlindungan Konsumen. Komisi VI telah membentuk panitia kerja yang dipimpin oleh Nurdin Khalid. Rachmat Gobel merupakan salah satu anggota Panja tersebut.

Gobel mengingatkan bahwa kalangan industri tidak usah khawatir dengan RUU Perlindungan Konsumen. Menurutnya, perlindungan terhadap konsumen justru untuk bukan hanya akan melindungi industri tetapi juga akan memperkuat industri. 

"Market kita yang besar ini harus kita jaga dengan melindungi konsumennya sehingga market yang besar ini kita harapkan bisa mendorong pertumbuhan industri dalam negeri yang baik. Market yang besar ini harus kita tempatkan sebagai subjek, bukan sebagai objek. Pasar yang besar adalah kekuatan kita," katanya.

Lebih lanjut Gobel mengatakan, ada tiga hal dalam perlindungan konsumen yaitu keselamatan, keamanan, dan kesehatan. Namun akibat pasar yang bebas, katanya, kontrol menjadi kurang. Hal ini terlihat dari terus tumbuhnya impor. Hal ini, katanya, banyak merugikan Indonesia. 

Sebagai contoh ia menyebutkan di masa lalu ada impor pakaian bekas yang berdampak mematikan industri konveksi rumahan. Contoh yang lain, katanya, di masa lalu, saat ekonomi memburuk industri otomotif jatuh sehingga masuk motor Tiongkok. "Modelnya bagus, desainnya bagus, dan murah. Tapi akhirnya tidak sampai setahun motor itu habis. Akhirnya konsumen dirugikan. Konsumen tidak bisa apa-apa," katanya. 

Kini, kata Gobel, ada contoh yang lebih besar yaitu mobil listrik atau electric vehicle. Saat ini masuk banyak merek mobil listrik dan motor listrik karena pemerintah memberikan insentif yang sangat besar. Hal ini yang membuat masyarakat ingin membeli karena harganya menjadi murah. Selain itu mereka mendapat fasilitas bebas melintas di area ganjil-genap. 

"Tapi apa yang terjadi? Ada yang terbakar. Ini kita tidak pernah dengar siapa tanggung jawab. Apa follow up dari kebakaran itu?" katanya. Hingga kini, katanya, pemerintah belum mengeluarkan pendapat apapun. Padahal lazimnya ada penarikan atau dilakukan hold sampai ada hasil audit yang objektif. 

Selain itu, kata Gobel, ada sejumlah konsumen motor listrik juga mengeluh karena belum satu tahun sudah tidak bisa digunakan lagi. "Belum lagi, salah satu mobil listrik yang ada di Indonesia, yang sudah dijual, di China-nya perusahaannya dipailitkan. Ada kan? Saya tidak sebut mereknya. Bagaimana langkah Indonesia soal ini? Karena ini merugikan industri dalam negeri kita juga nanti. Konsumennya juga rugi. Semua ini siapa yang bertanggung jawab?" katanya.

Gobel mengingatkan, selain merugikan konsumen dan industri, masalah mobil listrik ini juga merugikan negara. "Karena pemerintah sudah memberikan insentif," katanya. 

Negara, katanya, juga rugi karena rongsokan kendaraan yang gagal itu kemudian menjadi limbah. Ia mengingatkan barang impor harus barang yang berkualitas dan harus lebih baik daripada produk dalam negeri. "Jangan justru yang lebih buruk dari produk kita sendiri," katanya. (*/I-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |