
EKONOM senior Universitas Paramedina, Wijayanto Samirin menyatakan bahwa standar garis kemiskinan (GK) Badan Pusat Statistik saat ini sudah tidak realistis. Ia menyampaikan, BPS perlu menerapkan standar garis kemiskinan baru dari World Bank.
"GK BPS tidak realistis, misalnya untuk kota, GK hanya Rp615.000 per kapita per bulan, atau Rp20.200 per kapita per hari, padahal Indomie rebus telor saja Rp12.000," ujar Wijayanto saat dihubungi, Kamis (12/6).
Jika tidak disesuaikan dengan standar kemiskinan dari World Bank, ia meyakini bahwa Indonesia akan menghadapi dua risiko.
"Pertama, data kita dianggap tidak kredibel oleh dunia, kedua, kita terjebak dalam kebijakan pengentasan kemiskinan yang gimmick dan ad hoc semata, mengandalkan bansos karena ia efektif mengangkat mereka yang miskin menjadi di atas GK," ucap dia.
Di sisi lain, jika GK BPS menggunakan standar World Bank, ia menegaskan bahwa bansos tidak akan membantu dan pemerintah "dipaksa" menjalankan kebijakan yang substantif dan struktural.
"GK kita perlu disesuaikan dengan GK World Bank secara gradual, baru benar-benar menerapkan GK US$8,3, setelah PDB per-kapita kita mencapai US$9.250, yaitu median antara US$4.500 dan US$14.000 yang merupakan range negara upper middle income," pungkasnya. (Fal/M-3)