
FAKUTAS Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) kembali sukses menggelar seminar internasional dalam rangkaian acara The 22nd Economix.
Seminar yang mengusung tema Reimagining the Global Economic Landscape amidst Technological Transformation ini berlangsung di Balai Purnomo Prawiro, FISIP UI, Depok, serta disiarkan langsung melalui kanal YouTube Economix FEB UI.
Acara ini mendapat dukungan penuh dari World Bank Group dan menghadirkan sejumlah pembicara terkemuka dari dalam dan luar negeri.
Sebagai acara tahunan terbesar yang diinisiasi oleh KANOPI FEB UI, Economix: Global Economic Challenges tahun ini menghadirkan seminar, kompetisi internasional, serta Model United Nations (MUN). Acara ini menjadi wadah bagi mahasiswa, akademisi, serta masyarakat umum dari berbagai negara untuk berdiskusi dan mencari solusi terhadap tantangan ekonomi global.
Dampak Revolusi Industri 5.0 terhadap Tenaga Kerja
Seminar tahun ini dibuka dengan pemaparan dari Kishore Babu Yerraballa, perwakilan International Telecommunication Union (ITU) for Southeast Asia.
Dalam sambutannya, ia menyoroti bagaimana Revolusi Industri 5.0 membawa tantangan besar, terutama dalam kesenjangan digital dan ketidaksiapan tenaga kerja. Ia menyebut bahwa pada tahun 2025, otomatisasi diproyeksikan akan menghilangkan 85 juta pekerjaan, tetapi di sisi lain menciptakan 97 juta peran baru.
Sayangnya, World Bank mencatat bahwa sekitar 54% tenaga kerja global masih kekurangan keterampilan digital yang diperlukan untuk mengimbangi perubahan ini.
Perwakilan World Bank Group, Jonathan Marskell, menambahkan bahwa digitalisasi bukan sekadar membangun infrastruktur, tetapi juga harus menyelesaikan permasalahan akses dan sosial di Indonesia.
Ia menyoroti pentingnya penerapan E-KTP secara menyeluruh untuk meningkatkan efisiensi transaksi daring dan memperkuat sistem verifikasi identitas.
Transformasi Teknologi dalam Dunia Kerja dan Perdagangan
Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Kementerian Ketenagakerjaan, Fahrurozi, menyoroti ketidaksesuaian antara lulusan pendidikan tinggi dan kebutuhan industri, terutama di sektor prioritas seperti manufaktur dan energi.
Ia mengungkapkan bahwa hanya 19% pekerja Indonesia memiliki keterampilan digital dasar, sementara pekerja dengan keahlian digital tingkat lanjut hanya mencapai 6%. Jika tidak segera diatasi, kekurangan talenta digital di Indonesia diprediksi mencapai 3 juta orang pada 2030.
Dalam sesi diskusi panel pertama yang dimoderatori oleh Dr. I Dewa Gede Karma Wisana dari Universitas Indonesia, berbagai perspektif tentang transformasi tenaga kerja dan otomatisasi disampaikan oleh panelis seperti Tari Lestari (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional), Simrin Singh (ILO Indonesia dan Timor-Leste), serta Dr. Komang Budi Aryasa (Telkom Indonesia).
Mereka menyoroti pentingnya kebijakan strategis yang mendorong inovasi dan mengoptimalkan bonus demografi Indonesia dalam rangka mencapai visi Indonesia Emas 2045.
Perdagangan Digital dan Tantangan Kebijakan
Sesi kedua dibuka oleh Wakil Menteri Perdagangan Indonesia, Dyah Roro Esti Widya Putri, yang membahas peran teknologi dalam perdagangan digital serta bagaimana hal ini dapat memperkuat hubungan bilateral Indonesia dengan mitra dagangnya.
Ia menyoroti pentingnya regulasi yang mendukung keamanan transaksi digital serta perlindungan konsumen agar ekonomi digital semakin berkembang.
Selain itu, Dr. Amin Mudzakir dari Kementerian Pemberdayaan Masyarakat menyoroti tantangan utama dalam revolusi digital Indonesia, termasuk ketimpangan akses teknologi dan risiko ketidaksetaraan ekonomi akibat otomatisasi.
Ia menekankan bahwa inklusivitas harus menjadi fokus utama agar teknologi tidak hanya menguntungkan segelintir kelompok tertentu.
Dari perspektif regional, Hazremi Hamid, perwakilan ASEAN Secretariat, menyoroti transformasi digital di kawasan Asia Tenggara yang menargetkan ASEAN menjadi ekonomi terbesar keempat dunia pada 2040. Namun, ia juga menekankan tantangan yang dihadapi, seperti kesenjangan infrastruktur digital, keamanan siber, serta kesiapan UMKM dalam ekosistem digital.
Masa Depan Ekonomi Digital ASEAN
Sesi panel kedua, yang dimoderatori oleh Rahma Alia (SEA Today), menghadirkan Ilham Akbar Habibie (Presiden International Indonesia Chamber of Commerce), Niall Saville (Tony Blair Institute), dan Heru Sutadi (ICT Institute Indonesia).
Mereka membahas strategi peningkatan kerja sama digital antarnegara, kebijakan ekonomi yang inklusif, serta langkah-langkah untuk memastikan bahwa teknologi memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat.
Dengan kehadiran para pembicara terkemuka dan diskusi yang kaya wawasan, The 22nd Economix International Seminar menegaskan bahwa tantangan digitalisasi global hanya dapat diatasi dengan kolaborasi dan inovasi yang inklusif. Diharapkan, gagasan yang telah dipaparkan dalam seminar ini dapat menjadi landasan bagi kebijakan dan langkah nyata dalam menghadapi era transformasi digital dan ekonomi masa depan. (RO/Z-10)