Dorong Evaluasi Kuota Haji, Ini Rekomendasi dari BPKN

5 hours ago 1
Dorong Evaluasi Kuota Haji, Ini Rekomendasi dari BPKN Jemaah haji kelompok terbang (kloter) pertama embarkasi Solo turun dari pesawat saat tiba di Tanah Air.(Dok. Antara)

BADAN Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN) RI mendorong pemerintah, khususnya Kementerian Agama dan Badan penyelenggara Haji (BPH), untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kuota haji dan sistem antrean ibadah haji nasional.

Hal itu terkait dengan lonjakan waktu tunggu yang semakin panjang di berbagai daerah, bahkan mencapai 30 hingga 40 tahun. Waktu tunggu itu dinilai menimbulkan kekhawatiran serius mengenai kepastian hak konsumen dalam memperoleh layanan keberangkatan ibadah haji yang adil, transparan, dan terencana.

Ketua BPKN RI M. Mufti Mubarok menjelaskan, sebagai konsumen dari layanan penyelenggaraan ibadah haji, para calon jemaah memiliki hak atas kepastian layanan, informasi yang memadai, dan perlakuan yang adil. Oleh karena itu, sistem antrean yang tidak efisien dan kurang adaptif terhadap dinamika kuota dan demografi dianggap merugikan konsumen secara struktural.

Mufti Mubarok menyampaikan ada lima hal strategis yang perlu segera dilaksanakan.

Pertama, evaluasi menyeluruh sistem antrean nasional. "BPKN RI mendorong pemerintah untuk melakukan audit sistem antrean haji secara komprehensif, termasuk meninjau kembali mekanisme pendaftaran, transparansi distribusi kuota per daerah, serta prioritas berdasarkan usia dan kondisi fisik calon jamaah," kata Mufti dalam keterangan yang diterima, Kamis (26/6).

Kedua, inovasi dalam pengelolaan antrean, mencakup perluasan dan percepatan penerapan sistem digital berbasis data real-time di seluruh lini pelayanan haji menjadi kebutuhan mendesak. Menurutnya, sistem ini harus dapat diakses publik, transparan dalam menampilkan daftar antrean, dan mampu meminimalkan risiko manipulasi atau informasi tidak akurat.

"Tidak hanya kuota individu calon jamaah, tapi public pun bisa melihat secara detail siapa saya daftar yang ada dalam list antrian," katanya.

Ketiga, upaya penambahan kuota melalui jalur diplomatik. BPKN RI mendorong Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri untuk terus mengupayakan penambahan kuota haji secara legal melalui kerja sama bilateral dengan Kerajaan Arab Saudi.

"Upaya ini harus disampaikan secara terbuka kepada publik agar masyarakat memahami konteks dan proses yang sedang berlangsung," sambungnya.

Keempat, pemetaan kebutuhan jamaah berdasarkan wilayah dan kategori usia. Menurut BKN, data antrean harus dianalisis lebih lanjut untuk merumuskan kebijakan berbasis kebutuhan nyata. Misalnya kuota khusus lansia, prioritas daerah tertinggal, serta insentif bagi jamaah yang memilih skema keberangkatan non-reguler dengan tetap menjaga aspek keadilan.

Kelima, keterlibatan konsumen dalam proses pengambilan kebijakan. "Ruang partisipatif bagi publik dan calon jamaah dalam proses perumusan kebijakan haji perlu dibuka, sehingga suara konsumen didengar dan menjadi bagian dari solusi," jelasnya.

Mufti menegaskan, perlindungan konsumen adalah mandat konstitusional. Dalam konteks ibadah haji, yang menjadi bagian dari hak beragama warga negara, negara memiliki kewajiban menjamin layanan penyelenggaraan haji tidak hanya bersifat administratif.

"Namun juga menjunjung tinggi prinsip perlindungan konsumen hak atas informasi, hak untuk memilih, hak untuk didengar, dan hak atas pelayanan yang layak dan adil," pungkasnya. (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |