VIKTOR Lake tampak serius menulis kata demi kata hingga kalimat diatas secarik kertas. Sepertinya ia memeras otak untuk menciptakan sebuah dongeng. Ia memilih menulis cerita dongeng tentang angin kencang yang setiap tahun menjadi ancaman bagi petani di Desa Lamawolo.
"Di desa kami, ancaman angin kencang selalu mengganggu tanaman jagung, padi hingga tanaman umur panjang milik petani. Kami ingin menitip pesan kepada generasi penerus melalui dongeng untuk menanam pohon pelindung keliling kebun guna menghalau angin kencang dan melindungi tanaman jagung dan padi," ujar Viktor Lake, Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB) asal Desa Lamawolo, di Tana Merah.
Di sisi lain, Laga Making, Warga Lamawolo, yang tergabung dalam kelompok lain memilih untuk menggubah sebuah lagu daerah. Laga mengaku memilih sebuah lagu lawas namun liriknya diganti sesuai situasi terkini.
"Kami merubah lagu lama yang dikenal luas di desa kami. Liriknya diubah, pesannya bahwa di kampung sering terjadi angin kencang. Kalau terjadi harus segera matikan listrik, jauhi pohon, lari, jangan lupa prioritaskan bayi balita, ibu hamil, dan lansia. Lagu ini Untuk semua kalangan," ujar Laga Making kepada Media Indonesia.
Warga Desa Lamawolo ini menjadi salah satu peserta lokakarya pengembangan materi komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) guna memitigasi risiko bencana. Melalui program, Dreams 2, Disaster resilience through education, adaptation, and mitigation strategies, yayasan IDEP dan Barakat, Jumat (28/5), menggelar Lokarkarya Pengembangan Materi Komunikasi, informasi, dan Edukasi (Kie) guna memitigasi resiko bencana.
Materi KIE tersebut disadur dari kearifan lokal mitigasi bencana yang berlaku turun temurun. Tak hanya itu, Yayasan IDEP Selaras Alam bermitra dengan BARAKAT juga melakukan validasi Peta Risiko Bencana kepada sedikitnya 30 anggota Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB). Marselina Sherly Maran, staf Yayasan Barakat menjelaskan, perubahan iklim telah menjadi tantangan global yang berdampak serius pada berbagai sektor kehidupan, termasuk pertanian dan perikanan yang menjadi sumber penghidupan utama masyarakat di wilayah pesisir dan pedesaan.
"Perubahan suhu, curah hujan yang tidak menentu, serta meningkatnya frekuensi bencana seperti banjir, kekeringan, dan badai menyebabkan kerusakan ekosistem, gagal panen, dan menurunnya hasil tangkapan laut," ujar Sherly.
Ia menjelaskan, peristiwa banjir bandang yang melanda Desa Lamawolo dan Desa Waimatan pada tahun 2021 memperparah kerentanan masyarakat terhadap ancaman tersebut. Banyak lahan pertanian rusak, dan ketahanan pangan menjadi semakin terancam. Project manager Yayasan IDEP Ketut Listyani Sri Rejeki Kaka, menjelaskan IDEP Selaras Alam bermitra dengan BARAKAT melalui program (Disaster Resilience through Education, Adaptation, and Mitigation Strategies (DREAMS) berupaya memperkuat ketahanan komunitas dengan meningkatkan kapasitas masyarakat melalui pendekatan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) berbasis komunitas.
Program ini mencakup pelatihan PRB, pembentukan Kelompok Masyarakat Peduli Bencana (KMPB), penyusunan rencana kontingensi, simulasi bencana, serta pelatihan permakultur sebagai pendekatan terpadu untuk konservasi lingkungan dan produksi pangan berkelanjutan.
Untuk memperkuat pemahaman dan mengingatkan kembali para penerima manfaat atas praktik-praktik baik yang telah diperkenalkan dalam pelatihan PRB dan mitigasi iklim berbasis permakultur, diperlukan penguatan melalui pendekatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE).
Lokakarya KIE ini menjadi penting sebagai sarana penyampaian informasi secara lebih luas, baik kepada para penerima manfaat maupun masyarakat umum yang belum mengikuti pelatihan sebelumnya. Melalui penyampaian materi dalam berbagai bentuk media komunikasi, lokakarya ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan partisipasi aktif masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Selain itu, pada hari terakhir lokakarya KIE juga akan diselenggarakan kegiatan lokakarya validasi peta partisipatif, sebagai tindak lanjut dari proses pemetaan partisipatif yang telah dilakukan sebelumnya bersama masyarakat. Validasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa hasil peta yang telah disusun benar-benar merefleksikan kondisi, pengetahuan lokal, dan potensi risiko yang ada di wilayah masing-masing desa.
Sementara itu, Kepala Desa Lamawolo, Antonius Ngaji berharap 30 anggota kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB), dapat melaksanakan hasil lokakarya tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pada hari pertama lokakarya KIE ini, Nicolaus Sulistyo Dwicahyo membawakan materi media dalam konteks penyebaran informasi dan pendidikan masyarakat berharap semoga dengan cara menyenangkan. "Kita buat cerita dongeng, poster, lagu yang mampu memitigasi bencana di Desa Lamawolo. Kegiatan ini tidak hanya mendukung keberlanjutan praktik-praktik pengurangan risiko bencana dan permakultur, tetapi juga mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam membangun ketangguhan bersama," ucap Nicolaus. (PT/E-4)