
Sebuah penelitian terbaru menunjukkan pola makan rendah karbohidrat, tinggi protein, berpotensi mengurangi tingkat peradangan dalam tubuh. Temuan ini menjadi sorotan baru dalam dunia kesehatan dan nutrisi, mengingat peradangan kronis telah lama dikaitkan dengan berbagai penyakit serius, termasuk diabetes, penyakit jantung, dan gangguan autoimun.
Penelitian ini dilakukan oleh sekelompok ilmuwan dari sebuah universitas terkemuka di Eropa dan melibatkan lebih dari 300 partisipan dewasa yang memiliki riwayat peradangan tingkat sedang hingga tinggi. Para peserta diminta mengikuti pola makan tertentu selama 12 minggu, dengan kelompok pertama menjalani diet rendah karbohidrat dan tinggi protein, sementara kelompok kontrol tetap mengonsumsi makanan standar mereka.
Hasil akhir menunjukkan kelompok yang mengurangi asupan karbohidrat secara signifikan dan menggantinya dengan sumber protein berkualitas mengalami penurunan kadar biomarker peradangan seperti C-reactive protein (CRP) hingga 30 persen lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol.
Kondisi fisik
Dr. Anna Lenz, salah satu peneliti utama, menjelaskan perubahan ini tidak hanya terlihat pada indikator laboratorium, tetapi juga pada kondisi fisik partisipan. “Banyak peserta melaporkan peningkatan energi, kualitas tidur yang lebih baik, serta pengurangan nyeri sendi yang sebelumnya menjadi keluhan utama,” ujarnya.
Menurut para ahli, mekanisme di balik manfaat ini terletak pada pengaruh karbohidrat terhadap kadar gula darah dan respons insulin. Konsumsi karbohidrat berlebih, terutama dari sumber olahan seperti gula dan tepung putih, dapat memicu lonjakan kadar gula darah yang berulang, yang kemudian memicu reaksi inflamasi dalam tubuh. Dengan mengurangi karbohidrat dan memperbanyak protein, tubuh mendapatkan sumber energi yang lebih stabil dan cenderung tidak menimbulkan lonjakan insulin.
Jaringan tubuh
Selain itu, protein juga memiliki peran penting dalam mendukung sistem imun dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak akibat proses inflamasi. Sumber protein seperti ikan, daging tanpa lemak, telur, dan kacang-kacangan terbukti mengandung asam amino esensial. Asam amino ini berperan dalam pemulihan sel.
Namun demikian, para peneliti menekankan bahwa pola makan ini tetap harus dilakukan dengan pengawasan ahli gizi. "Tidak semua jenis protein sehat jika dikonsumsi secara berlebihan, terutama jika mengandung lemak jenuh tinggi," tambah Dr. Lenz.
Penelitian ini diharapkan dapat membuka jalan bagi pendekatan nutrisi yang lebih spesifik dalam menangani penyakit yang berhubungan dengan peradangan. Meskipun masih diperlukan studi lanjutan dengan durasi lebih panjang dan jumlah partisipan lebih besar, hasil awal ini menunjukkan potensi besar dari pola makan rendah karbohidrat dan tinggi protein sebagai bagian dari strategi gaya hidup sehat.
Dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap diet berbasis sains, temuan ini bisa menjadi referensi penting dalam merancang menu harian yang tidak hanya mendukung berat badan ideal, tetapi juga menjaga kesehatan dari dalam. (jurnalilmiah/Z-2)