
AKSI protes besar-besaran terkait penggerebekan imigrasi di Los Angeles menjadi ujian serius bagi kepemimpinan Gubernur California Gavin Newsom. Namun, di saat yang sama, momentum itu juga membuka peluang politik bagi sang gubernur, yang digadang-gadang sebagai calon kuat presiden dari Partai Demokrat pada 2028.
Gavin Newsom, 57 tahun, bukan sosok yang asing dalam konfrontasi politik tingkat nasional. Gubernur negara bagian terbesar dan terkaya di Amerika Serikat ini tampil agresif menentang kebijakan Presiden Donald Trump, khususnya terkait pengetatan imigrasi.
Sepanjang akhir pekan, Newsom mengkritik keras keputusan Presiden Trump mengerahkan Garda Nasional ke Los Angeles, menyebutnya sebagai tindakan provokatif yang justru memperkeruh situasi. Ia juga mengumumkan akan menggugat pemerintah federal atas "pelanggaran serius terhadap kedaulatan negara bagian."
"Setiap krisis politik juga adalah peluang politik," ujar mantan pejabat tinggi pemerintah California, Jeff Le dikutip dari AFP.
Menurutnya, di negara bagian seperti California, tempat Trump hanya mendapat dukungan sekitar 30 persen, konflik semacam ini bisa menjadi modal politik besar bagi Newsom.
Newsom gagal total
Ketegangan politik terlihat jelas. Trump menyebut Newsom “gagal total,” sementara penasihat kebijakan imigrasi Gedung Putih, Tom Homan, sempat mengancam akan menangkap Newsom jika mencoba menghalangi proses deportasi. Ancaman itu kemudian dilunakkan setelah Newsom balik menyerang dalam wawancara televisi, menyindir sikap 'sok jagoan' Homan.
Jeff Le menilai, sikap Newsom yang tegas akan memperkuat posisinya di mata pemilih Demokrat yang mendambakan pemimpin progresif yang berani. Namun ia juga mengingatkan, jika kerusuhan di LA terus berlanjut atau semakin rusuh, simpati publik bisa cepat berubah, apalagi jika Trump memanfaatkan situasi untuk mengancam dana federal bagi California.
Sebagai mantan Wali Kota San Francisco, Newsom sudah enam tahun menjabat sebagai Gubernur California. Di bawah kepemimpinannya, negara bagian ini menjadi simbol kebijakan progresif seperti perlindungan bagi imigran ilegal dan akses luas terhadap aborsi.
Calon presiden mendatang
Namanya sudah lama disebut-sebut sebagai calon presiden, dan ia semakin gencar membangun profil nasionalnya, termasuk berdebat langsung dengan Gubernur Florida Ron DeSantis di stasiun konservatif Fox News.
Namun, pendekatannya yang kadang terlalu akomodatif terhadap tokoh-tokoh kanan membuat sebagian Demokrat gerah. Podcast terbarunya yang menghadirkan tokoh-tokoh sayap kanan memicu kritik dari kalangan progresif.
Popularitasnya pun belum sepenuhnya pulih sejak pandemi, ketika ia dikecam karena pembatasan ketat yang dinilai merugikan pelaku usaha. Ia juga menuai sorotan negatif usai kedapatan makan malam di restoran mewah Napa Valley saat sebagian besar warga masih dibatasi mobilitasnya.
Survei Economist/YouGov terbaru menunjukkan tantangan elektoral yang harus dihadapi Newsom. Tingkat popularitasnya berada di angka minus 13 poin—lebih rendah dari Trump yang meski kontroversial, masih berada di minus 7 poin.
Citra pemimpin oposisi
Analis politik Charlie Kolean mengatakan, Newsom sedang memanfaatkan momen ini untuk membentuk citra sebagai pemimpin oposisi terhadap Trump. Namun, Kolean mengingatkan bahwa langkah itu bisa menjadi bumerang jika masyarakat merasa Newsom lebih membela pelaku kerusuhan daripada mendukung aparat penegak hukum.
“Warga AS menginginkan pemimpin yang menjamin keamanan dan berdiri bersama aparat,” kata Kolean.
“Bukan yang menjadikan kerusuhan sebagai panggung politik.” (Ndf/I-1)