DBS Proyeksikan Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,1 Persen di 2025

1 week ago 17
DBS Proyeksikan Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,1 Persen di 2025 Konsumen menunjukkan bukti hasil pembayaran minuman yang dibelinya melalui ponsel dengan menggunakan fitur Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di salah satu UMKM kedai minuman di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Selasa (18/2/2025).(Antara/Harviyan Perdana Putra)

DBS Group Research memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 mencapai 5,1% secara tahunan atau sedikit lebih tinggi dibandingkan 5,03% pada 2024. Konsumsi domestik diproyeksikan menjadi pendorong utama pertumbuhan, terutama pada paruh pertama tahun ini.

"Triwulan kedua merupakan periode kuat untuk pertumbuhan ekonomi karena ada Ramadan dan Idul Fitri. Pada saat yang sama, kebijakan pemerintah mengenai kesejahteraan, keringanan makroprudensial untuk beberapa sektor, kenaikan upah minimum, dan pertumbuhan upah riil yang lebih baik diharapkan dapat mendukung pertumbuhan," tulis laporan DBS Group Reseacrh seperti dikutip pada Rabu (5/3).

Namun, di tengah kebijakan yang mendorong konsumsi, pemangkasan belanja negara berpotensi menahan laju pertumbuhan. Pemerintah telah mengumumkan pemotongan anggaran senilai Rp307 triliun untuk menekan pengeluaran yang dinilai tidak produktif. 

Langkah itu menuai kritik karena dapat mengurangi kepercayaan investor dan memperlambat partisipasi sektor swasta dalam proyek-proyek strategis.  

Dari sisi inflasi, data terbaru menunjukkan bahwa Indonesia mengalami deflasi tahunan sebesar -0,1% pada Februari 2025, angka negatif pertama dalam lebih dari dua dekade.

Penurunan itu sebagian besar disebabkan oleh efek berakhirnya diskon tarif listrik pemerintah yang berdampak pada penurunan harga energi. Meskipun demikian, tekanan inflasi diperkirakan meningkat pada kuartal kedua, terutama akibat kenaikan harga rokok, transportasi, dan bahan bakar nonsubsidi.  

Sedangkan dari sisi fiskal, defisit diprediksi meningkat menjadi -2,5% dari PDB pada 2025, lebih tinggi dibandingkan -2,3% pada 2024. Kenaikan ini terjadi akibat peningkatan belanja kesejahteraan, termasuk program makan bergizi gratis, bantuan pangan, dan stimulus perumahan. 

Namun, upaya meningkatkan pendapatan negara melalui kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terbatas pada barang mewah yang berpotensi menghasilkan penerimaan lebih rendah dari ekspektasi awal.  

Stabilitas eksternal juga menjadi perhatian. Defisit transaksi berjalan diproyeksikan berada dalam kisaran -0,5% hingga -1,3% dari PDB pada 2025. Meski surplus neraca pembayaran tetap terjaga berkat arus masuk investasi asing dan pembiayaan eksternal, risiko eksternal tetap ada.

Indonesia belum terdampak langsung oleh kenaikan tarif AS, tetapi hubungan erat dengan Tiongkok berpotensi menarik perhatian di tengah ketegangan perdagangan global.

Kondisi pasar keuangan domestik menunjukkan volatilitas yang cukup tinggi. Rupiah mengalami tekanan akibat penguatan dolar AS dengan penurunan -2,3% sejak awal tahun. Selain itu, Bank Indonesia tengah mempertimbangkan kebijakan moneter yang lebih akomodatif, tetapi perlu berhati-hati terhadap potensi dampaknya terhadap stabilitas nilai tukar.  

Di sisi investasi, pemerintah telah membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), yang berperan dalam mengelola dana investasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

Badan itu diharapkan menerima dana awal sekitar US$20 miliar yang sebagian besar berasal dari dividen perusahaan-perusahaan negara. Namun, masih ada ketidakjelasan mengenai dana ini akan dicatat dalam anggaran negara. (I-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |