Bayang-Bayang Spekulan Pangan di Bulan Ramadan

3 weeks ago 14
Bayang-Bayang Spekulan Pangan di Bulan Ramadan (Dokpri)

BULAN Ramadan yang penuh berkah ini sebentar lagi akan meninggalkan kita. Bulan Ramadan yang penuh rahmat dan ampunan, dimana semua umat Muslim berlomba-lomba mengerjakan kebaikan, merajut kebersamaan, dan memperkuat ikatan sosial. Bulan yang menjadi momentum suci umat Muslim ini, juga kerap menjadi periode yang rawan bagi stabilitas harga pangan

Setiap tahun, kita menyaksikan pola yang hampir serupa: harga bahan pokok melambung, daya beli masyarakat tertekan, dan spekulan pangan beraksi di balik layar. Fenomena ini bukan sekadar isu ekonomi, melainkan juga masalah sosial yang mengancam ketahanan pangan nasional. Lantas, bagaimana spekulan pangan memanfaatkan momentum Ramadan, dan langkah antisipasi apa yang harus dan telah dilakukan untuk meredam aksi mereka?

Spekulasi pangan adalah praktik menimbun atau memanipulasi pasokan bahan pokok untuk menaikkan harga secara artifisial. Pelakunya bisa oknum pedagang, tengkulak, atau bahkan jaringan terorganisir yang memanfaatkan celah dalam sistem distribusi pangan. Bulan Ramadan, dengan tingginya permintaan bahan pokok seperti beras, gula, minyak goreng, dan daging, menjadi momen 'panen' bagi spekulan.

Ketahanan pangan terancam

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, bahwa inflasi pada bulan Ramadan 2024 mencapai 0,52%, lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Kelompok volatile food pada Maret 2024 mencatatkan inflasi sebesar 2,16% (mtm), lebih tinggi dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 1,53% (mtm). Peningkatan inflasi volatile food tersebut disumbang terutama oleh inflasi komoditas telur ayam ras, daging ayam ras, dan beras.

Fenomena ini bukanlah hal baru. Pada Ramadan 2022, Kementerian Perdagangan mencatat adanya penimbunan 500 ton gula dan 200 ton minyak goreng di beberapa wilayah di Jawa. Praktik serupa juga terjadi pada komoditas beras, di mana oknum tertentu sengaja mengurangi pasokan ke pasar untuk menciptakan kelangkaan semu.

Dampak spekulasi pangan tidak hanya dirasakan oleh konsumen, tetapi juga oleh petani dan produsen kecil. Di satu sisi, petani sering kali tidak menikmati kenaikan harga karena tengkulak telah membeli hasil panen mereka dengan harga murah. Di sisi lain, konsumen, terutama masyarakat menengah ke bawah, harus mengeluarkan anggaran lebih besar untuk memenuhi kebutuhan pokok.

Bulan Ramadan ini seharusnya menjadi momen berbagi dan memperkuat solidaritas sosial. Namun, spekulasi pangan justru menciptakan ketimpangan dan memperburuk kondisi ekonomi kelompok rentan. Dalam jangka panjang, hal ini dapat mengancam ketahanan pangan nasional, terutama di tengah tantangan global seperti perubahan iklim dan ketidakstabilan geopolitik.

Ramadan tanpa spekulan

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi spekulasi pangan, termasuk operasi pasar, pengawasan distribusi, dan penegakan hukum terhadap pelaku penimbunan. Upaya-upaya ini bertujuan untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan bahan pangan, terutama selama periode permintaan tinggi seperti bulan Ramadan. Namun, tantangan spekulasi pangan masih memerlukan langkah-langkah strategis yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.

Langkah pertama yang dilakukan adalah terus mendukung pasar tradisional sebagai ujung tombak distribusi pangan. Upaya ini dilakukan dengan mengurangi ketergantungan pada tengkulak, sehingga harga bahan pokok dapat lebih stabil dan terjangkau bagi masyarakat. 

Kedua, pemerintah melalui Koordinator Bidang Pangan juga memastikan bahwa cadangan pangan nasional mencukupi untuk mengantisipasi lonjakan permintaan, terutama selama bulan Ramadan ini. Cadangan pangan tersebut digunakan sebagai alat untuk menstabilkan harga jika terjadi kelangkaan di pasaran. Di sisi produksi, pemerintah akan terus memberikan dukungan kepada petani dan produsen lokal melalui program bantuan benih, pupuk, dan akses pasar. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor.

Ketiga, koordinasi antarlembaga juga menjadi fokus pemerintah dalam mengatasi spekulasi pangan. Kementerian Koordinator Bidang Pangan bersama dengan kementerian dan lembaga terkait telah bekerja sama untuk menyusun kebijakan yang terintegrasi dan efektif. 

Melalui kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, upaya untuk memutus mata rantai spekulasi pangan terus diintensifkan. Kementerian Koordinator Bidang Pangan berkomitmen untuk menciptakan Ramadan yang lebih berkah dengan menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pangan bagi seluruh masyarakat.

Keempat, pemerintah terus memperkuat cadangan pangan strategis untuk mengantisipasi berbagai situasi, termasuk bencana alam atau lonjakan permintaan selama hari-hari besar keagamaan. 

Hal yang tidak kalah penting adalah, meningkatkan edukasi pada masyarakat untuk menghindari panic buying dan membeli bahan pokok secukupnya. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi peluang spekulan untuk memanipulasi harga.

Bulan Ramadan ini adalah waktu untuk refleksi dan pengendalian diri. Namun, bagi spekulan pangan, ini justru jadi momen untuk mengeruk keuntungan dengan mengorbankan kepentingan banyak orang. Melalui kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, kita dapat memutus mata rantai spekulasi pangan dan menciptakan Ramadan yang lebih berkah bagi semua.

Mari jadikan Ramadan sebagai momentum untuk memperkuat ketahanan pangan, bukan hanya bagi bulan ini, tetapi juga untuk masa depan yang lebih berkelanjutan.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |