
WAHANA Lingkungan Indonesia (Walhi) menilai segala aktivitas tambang di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, terutama di pulau-pulau kecil dapat mengancam dan merusak ekosistem sekitar. Walhi menilai seluruh problem yang tengah terjadi ini muncul akibat regulasi yang tidak ditegakkan. Jika merujuk pada peraturan yang ada, pertambangan di pulau-pulau kecil seharusnya tidak terjadi.
Sekalipun pemerintah berdalih bahwa Pulau Gag yang masih diizinkan untuk dieksplorasi tidak masuk dalam Kawasan Geopark Raja Ampat, namun aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT. Gag Nikel disana tetap melanggar ketentuan UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah oleh UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
"Karena Pulau Gag masuk dalam kategori pulau kecil, kegiatan penambangan bukan kegiatan yang diprioritaskan, serta dilarang sebagaimana Pasal 1 angka 3, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf K," kata Direktur WALHI Papua Maikel Peuki, Rabu (11/6).
Selain itu terdapat beberapa preseden Putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang secara jelas menegaskan bahwa kegiatan penambangan di pulau kecil dilarang karena merupakan bentuk kegiatan yang menimbulkan ancaman sangat berbahaya (abnormally dangerous activities) yang berdampak serius serta kerusakannya tidak dapat dipulihkan sebagaimana Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 57 P/HUM/2022 dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023.
Oleh karenanya, kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT Gag Nikel haruslah dikatakan sebagai kegiatan yang bertentangan dengan UU dan Prinsip-Prinsip Perlindungan Lingkungan Hidup terkhusus wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Indonesia merupakan negara yang sangat rentan peristiwa ekstrem yang diakibatkan perubahan iklim, maka kegiatan penambangan di pulau kecil akan sangat berdampak buruk pada kelangsungan pulau kecil itu sendiri serta masyarakat yang bermukim.
"Kekhawatiran kami, jika aktivitas PT. Gag Nikel dibiarkan berlanjut maka pembongkaran gunung, penggalian lubang-lubang tambang di Pulau Gag ini akan semakin masif," jelas Maikel.
"Masyarakat adat Papua pemilik Hak Ulayat akan dipaksa mengungsi ke tanah besar, masyarakat adat akan kehilangan wilayah adatnya, terutama anak cucu generasi selanjutnya akan kehilangan identitas, kampung halaman, budaya lokal dan keindahan kekayaan alam Papua," pungkasnya.(M-2)