Ahli Meteorologi IPB University Sebut Aktivitas Sunspot Jadi Biang Kemarau Basah

1 day ago 8
Ahli Meteorologi IPB University Sebut Aktivitas Sunspot Jadi Biang Kemarau Basah Dua pekerja pabrik membeli bekal makanan dengan menembus jalan raya pantura Demak KM Surabaya-Semarang yang terendam limpahan air laut ke daratan (rob) di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Selasa (27/5/2025).(ANTARA/Aji Styawan)

INDONESIA, saat ini, tengah mengalami fenomena kemarau basah. Sebuah kondisi cuaca yang tidak lazim yang ditandai dengan curah hujan tinggi meski telah memasuki musim kemarau. 

Menurut Ahli Meteorologi IPB University Sonni Setiawan, fenomena ini tidak hanya berkaitan dengan pola monsun dan anomali iklim global, tetapi juga dipengaruhi oleh aktivitas matahari, khususnya sunspot.

"Secara ilmiah, istilah musim didefinisikan berdasarkan posisi semu matahari relatif terhadap pengamat di permukaan bumi. Ketika matahari berada di selatan khatulistiwa atau Belahan Bumi Bagian Selatan (BBS), wilayah selatan bumi mendapat pemanasan akibat radiasi matahari yang lebih intens," jelasnya.

Lebih lanjut ia mengurai, pemanasan radiasi matahari di belahan bumi selatan menyebabkan udara di BBS cenderung memiliki tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan tekanan udara di BBU, sehingga angin bergerak dari BBU ke BBS. Demikian halnya jika matahari berada berada di utara khatulistiwa atau Belahan Bumi Bagian Utara (BBU). 

MI/HO--Ahli Meteorologi IPB University Sonni Setiawan

"Ini adalah siklus musim," tuturnya.

Namun, dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University ini mengungkapkan bahwa kondisi saat ini menyimpang dari pola normal.

"Seharusnya, saat musim kemarau, curah hujan menurun. Tapi sekarang, justru hujan terjadi terus-menerus. Ini yang disebut sebagai kemarau basah," tambahnya.

Anomali Iklim dan Aktivitas Matahari

Sonni menjelaskan bahwa fenomena kemarau basah bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Beberapa di antaranya adalah fenomena iklim global seperti El Nino dan La Nina, serta Indian Ocean Dipole (IOD).

Namun, ia mengungkapkan bahwa La Nina–yang ditandai oleh pendinginan suhu laut di Samudra Pasifik tengah dan timur–, saat ini terdeteksi dalam kondisi lemah hingga sedang dan berkontribusi pada peningkatan curah hujan selama musim kemarau. 

Sementara itu, IOD–yang menunjukkan perbedaan suhu laut di Samudra Hindia– berada dalam kondisi netral. Karena itu, sebut Sonny, dampaknya terhadap kemarau basah tahun ini relatif kecil.

"Saat ini tidak ada indikasi kuat El Niño atau La Niña, begitu pula dengan IOD. Yang menarik justru adalah aktivitas sunspot yang berulang setiap 11 tahun dan sedang berada pada puncaknya sejak 2024 dan masih aktif pada 2025," ungkapnya.

Sunspot adalah titik-titik gelap di permukaan matahari yang menandakan aktivitas radiasi tinggi. Ketika sunspot meningkat, matahari memancarkan lebih banyak partikel energi tinggi seperti sinar kosmik. 

Partikel ini dapat mempercepat proses kondensasi di atmosfer dan meningkatkan pembentukan awan, sehingga memperbesar kemungkinan hujan deras.

"Sunspot juga memperbesar gradien potensial listrik dalam awan, sehingga hujan disertai petir lebih sering terjadi. Inilah salah satu faktor yang membuat curah hujan meningkat, bahkan di musim kemarau," kata Sonni.

Dampak pada Banjir Rob dan Pertanian

Sonny menuturkan, kemarau basah berdampak signifikan pada berbagai sektor. Di sektor pertanian, fenomena ini bisa menimbulkan kerugian. Beberapa jenis tanaman yang rentan terhadap kelembapan tinggi akan menurun kualitas dan hasil panennya. 

"Selain itu, pola tanam yang telah disesuaikan dengan musim kemarau juga terganggu akibat curah hujan yang tidak menentu," tambahnya.

Di samping itu, lanjutnya, fenomena kemarau basah juga berpotensi menimbulkan banjir rob di wilayah pesisir utara Jawa seperti Pekalongan, Semarang, dan Jakarta Utara.

"Banjir rob sebenarnya disebabkan oleh pasang air laut akibat gaya gravitasi bulan. Tapi ketika hujan deras  turun secara terus-menerus, dan pada saat yang sama terjadi pasang maksimum, volume air yang masuk ke daratan akan meningkat drastis," jelas Sonni.

Kondisi ini diperparah dengan penurunan permukaan tanah di beberapa wilayah pesisir yang disebabkan oleh pengambilan air tanah berlebih. 

"Tanggul laut pun tidak cukup jika daratannya sudah lebih rendah dari permukaan laut. Ini memperparah risiko banjir rob," tambahnya.

Selain sunspot, fenomena atmosfer lainnya seperti Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby juga turut berkontribusi terhadap anomali hujan. 

"Fenomena-fenomena ini memodulasi intensitas hujan ekstrem dalam jangka pendek, dan bisa memperkuat efek hujan pada musim kemarau," ujar Sonni menutup penjelasannya. (Z-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |