
Laporan Disease Outbreak News Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terbaru menyebutkan bahwa mulai pertengahan April 2025 sirkulasi varian LP.8.1 mulai berkurang dan varian baru NB.1.8.1 mulai meningkat, dan kini mendapat perhatian penting dunia yang diberi nama varian Nimbus. Dari perkembangan yang meningkat itu, WHO memasukkan varian Nimbus NB.1.8.1 sebagai variant under monitoring (VUM).
"Kita ingat waktu pandemi covid-19 WHO menetapkan tiga klasifikasi varian ini, yang paling berat adalah variants of concern (VOC) seperti varian delta dan lainnya, lalu ada variants of interest (VOI) dan variants under monitoring (VUM)," kata Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama dalam keterangannya, Rabu (11/6).
Ketika itu situasi amat dinamis, ujarnya, varian dengan kategori VUM bisa berubah menjadi VOI dan VOI bisa berubah menjadi VOC atau sebaliknya.
Secara genomik, terang Tjandra, varian Nimbus berhubungan dengan XDV.1.5.1 dan dengan varian JN.1. Jika dibandingkan dengan varian dominan lainnya yaitu LP.8.1, sambung dia, varian Nimbus NB.1.8.1 punya berbagai mutasi spike pada T22N, F59S, G184S, A435S, V445H, dan T478I.
"Yang penting, mutasi spike pada posisi 445 menunjukkan peningkatan keterikatan (enhance binding affinity) terhadap reseptor hACE2, dan hal inilah yang menyebabkan varian ini jadi lebih mudah menular, yang bukan tidak mungkin terkait dengan peningkatan kasus di beberapa negara sekarang ini," jelasnya.
Tjandra menerangkan dampak lain dari mutasi varian Nimbus yang pada posisi 435. Hal itu, ujar dia, mengakibatkan penurunan potensi netralisasi antibodi. Sementara mutasi pada posisi 478, terangnya, menunjukkan evasi antibodi.
Hingga18 Mei 2025, ada 518 sekuen NB.1.8.1 dilaporkan oleh 22 negara ke GISAID from 22 countries (negara). Menurut Tjandra data itu menunjukkan 10,7% data global pada pekan epidemiologi (epidemiological week) ke 17 tahun 2025 (21 sampai 27 April 2025). Walaupun angka persentase ini nampaknya masih kecil, tuturnya, tetapi jumlahnya meningkat daripada angka laporan kasus empat minggu sebelumnya (31 Maret sampai 6 April 2025) yang masih 2.5%. Tjandra menilai meningkatan kasus yang terjadi di Asia, Eropa dan Amerika. Untuk Indonesia, menurutnya akan lebih baik apabila negara ini juga melakukan surveilans genomik yang lebih giat lagi, untuk melihat perkembangan varian Nimbus.
"Salah satu rekomendasi yang perlu dipertimbangkan adalah dengan meningkatkan jumlah tes, misalnya diberlakukan kebijakan test covid-19 untuk semua kasus Severe Acute Respiratory Illness (SARI) yang di rawat di rumah sakit kita dan juga 5% kasus Influenza-Like Illness (ILI)," ungkapnya.
"Kemudian, semua hasil positif covid-19 pada kasus SARI lalu dikirimkan untuk pemeriksaan Whole Genome Sequencing di laboratorium rujukan kita," sambungnya.
Ia mengutip laman World Healthy Netrwork yang menyebut bahwa varian Nimbus nampaknya memang lebih mudah menular daripada varian sebelumnya. Untuk gejalanya dapat berupa nyeri tenggorok yang berat yang disebut seperti di sayat silet (razor-blade), lemah, batuk ringan, demam serta nyeri otot.
"Tentang berat ringannya penyakit maka masih harus menunggu beberapa minggu ke depan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap. Sementara munculnya varian Nimbus di musim panas sekarang ini menunjukkan bahwa covid-19 memang bukan hanya terjadi di musim yang cuacanya sedang dingin," pungkasnya. (H-4)