
KETUA Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S Djafar membantah tuduhan kartel dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyebut adanya dugaan kartel dalam penetapan bunga pinjaman online (pinjol) tinggi.
"Apa yang dituduhkan KPPU menurut kami tidak tepat, karena tidak terjadi adanya kartel yang merugikan masyarakat," ungkapnya, Minggu (4/5).
Suku bunga pinjaman, sambungnya, ditetapkan oleh tiap platform, bukan berdasarkan pengaturan bersama.
"Tiap platform berbeda dalam menentukan bunga. Secara average berkisar 0,06% per hari, atau 21,6 % pertahun," terang Entjik.
Kebijakan batas bunga ini juga telah diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak lama, sebagai bagian dari upaya perlindungan konsumen.
Selain itu, sambungnya, penetapan batas bunga oleh platform pinjol anggota AFPI juga untuk melindungi masyarakat dari jerat pinjol ilegal yang sering kali menerapkan bunga sangat tinggi tanpa batas.
"Apa yang kami tetapkan justru bentuk perlindungan konsumen agar mereka tidak terjebak dengan pinjaman ilegal yang bunganya sangat tinggi dan tak terbatas," tambahnya.
Entjik menilai isu yang sedang diselidiki oleh KPPU sudah tidak relevan. Sejak 2023, OJK telah menetapkan ketentuan yang lebih rinci mengenai batas bunga pinjol, sehingga tuduhan yang dilayangkan dinilai tidak lagi sesuai dengan kondisi saat ini.
"Saya rasa kasus ini sudah tidak relevan lagi karena sudah lama hal ini diatur oleh OJK," kata Entjik.
Kendati demikian, dia menegaskan AFPI tetap menghargai proses yang dilakukan KPPU dan menyatakan kesiapannya untuk bersikap kooperatif apabila dibutuhkan informasi tambahan.
Sebelumnya, KPPU mengungkap adanya dugaan pelanggaran pasal 5 UU No 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebanyak 97 penyelenggara pinjol diduga melakukan kesepakatan internal melalui asosiasi industri, dalam hal ini AFPI. Mereka dituding melakukan pengaturan bersama bunga harian. (Ins/E-1)