
PENYIDIK Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dan Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah, Alwin Basri, dalam kasus dugaan korupsi di Pemerintah Kota Semarang. Penahanan dilakukan setelah keduanya ditetapkan sebagai tersangka.
Terjerat tiga kasus dugaan korupsi
Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo, menjelaskan bahwa Mbak Ita dan suaminya, Alwin, diduga terlibat dalam tiga kasus dugaan korupsi di Pemerintah Kota Semarang. Tiga perkara tersebut adalah:
1. Pengadaan Meja Kursi untuk SD (2023)
Pada kasus ini, Ibnu mengatakan Mbak Ita dan Alwin awalnya mengumpulkan seluruh pejabat tinggi di Semarang pada akhir November 2022.
“HGR (Hevearita) menyampaikan bahwa kepala OPD (organisasi perangkat daerah) harus mengikuti dan mendukung perintah dari HGR dan AB (Alwin Basri),” kata Ibnu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (19/2).
Beberapa bulan setelahnya, PT Deka Sari Perkasa diminta menjadi penyedia meja dan kursi untuk SD di Semarang. Itu atas perintah Alwin setelah bertemu dengan Sekretaris Disdik Mohammad Ahsan.
Deka Sari Perkasa merupakan perusahaan yang dikuasai oleh tersangka Rachmat Utama Djangkar. Dalam pengadaan meja dan kursi ini, KPK menemukan informasi yang menjelaskan proyek tidak didasari oleh pengajuan usulan.
Alwin meminta ke Kadis Pendidikan Bambang Pramusinto untuk mengusulkan anggaran proyek meja dan kursi senilai Rp20 miliar pada Juni 2023. Perusahaan Rachmat diminta menjadi pemenang dalam proyek tersebut.
Untuk menyukseskan permintaan itu, Ita bersama DPRD Semarang mengesahkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2023 dan Peraturan Wali Kota Nomor 24 Tahun 2023 tentang APBD-P Tahun Anggaran 2023.
“Bahwa atas keterlibatan dari AB (Alwin Basri) membantu RUD (Rachmat) mendapatkan proyek tersebut, RUD telah menyiapkan uang sebesar Rp1.750.000.000 atau sebesar 10% untuk AB,” ujar Ibnu.
2. Pengaturan Proyek Tingkat Kecamatan (2023)
Alwin Basri diduga menerima uang senilai Rp2 miliar dalam proyek penunjukan langsung yang dilakukan pada tingkat kecamatan di Semarang.
Permainan kotor ini bermula saat Alwin membuka pembicaraan dengan Eko Yuniarto selaku Camat Pedurungan pada November 2022. Saat itu, dia meminta diberikan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan di Kota Semarang senilai Rp20 miliar.
“Yang dalam pelaksanaannya akan dikoordinir oleh M (Ketua Gapensi Semarang Martono),” kata Ibnu.
Pada pertemuan itu, Alwin meminta komitmen fee kepadanya senilai Rp2 miliar.
Permintaan itu disepakati oleh Martono. Dia menyerahkan Rp2 miliar kepada Alwin sebagai biaya komitmen (commitment fee) pada Desember 2022.
Martono kemudian menyampaikan kepada seluruh anggota Gapensi akan ada proyek yang dibuat masif per kecamatan. Namun, harus ada pemotongan 13% dari nilai proyek untuk Martono.
Uang itu wajib diberikan sebelum proyek dimulai. Hasilnya, dia berhasil mengantongi uang miliaran rupiah.
“Bahwa, commitment fee yang diterima M (Martono) atas permintaannya kepada para kontraktor anggota Gapensi adalah senilai Rp1.400.000.000,” ujar Ibnu.
Sebagian uang yang diterima Martono dipakai untuk kebutuhan Alwin. Salah satunya yakni digunakan untuk membuat mobil hias untuk festival bunga di Semarang.
Mbak Ita juga memanfaatkan uang itu. Dia memakainya untuk kepentingan Pemkot Semarang yang tidak dianggarkan APBD.
3. Permintaan Uang dari Bapenda Kota Semarang
Di kasus ketiga ini, Mbak Ita diduga menerima suap sebesar Rp2,4 miliar terkait permintaan uang dari pihak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.
“Bahwa atas permintaan dari HGR (Hevearita), pada periode bulan April sampai dengan Desember 2023, IIN (orang kepercayaan Hevearita, Indriyasari) memberikan uang sekurang-kurangnya Rp2.400.000.000,” kata Ibnu.
Ibnu mengatakan uang itu diterima Mbak Ita setelah adanya perintah ke Indriyasari untuk mengkaji ulang jumlah tambahan penghasilan pegawai (TPP) aparatur sipil negara (ASN). Dia berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk menuruti kemauan Hevearita.
Dalam permintaan itu, Mbak Ita meminta tambahan atas jumlah uang yang diterima ASN dari TPP yang diberikan. Suaminya, Alwin Basri juga kecipratan dana itu.
“Yang dipotong dari iuran sukarela pegawai Bapenda Kota Semarang dari TPP triwulan satu sampai dengan empat 2023,” ujar Ibnu.
Keduanya dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 12 huruf f, serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tersangka Lain dalam Kasus Ini
Selain Hevearita dan Alwin, KPK juga telah menahan dua tersangka lainnya dalam kasus yang sama. Mereka adalah Martono, Direktur PT Chimarder777 dan PT Rama Sukses Mandiri sekaligus Ketua Gapensi Semarang, serta P. Rachmat Utama Djangkar, Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa.
Martono ditahan terkait dugaan pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan, sementara Rachmat Utama Djangkar ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pemberian atau janji suap terkait pengadaan meja kursi untuk Dinas Pendidikan Kota Semarang.
Ditahan di Rutan KPK
Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo, mengonfirmasi bahwa Mbak Ita dan suami ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rutan KPK, selama 20 hari, mulai 19 Februari 2025 hingga 10 Maret 2025. (Can/P-4)