
MAJELIS Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis berbeda terhadap tiga mantan hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang terlibat kasus suap terkait vonis bebas Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan Dini Sera Afriyanti Ketiganya adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
Damanik dan Mangapul divonis masing-masing tujuh tahun penjara. Putusan ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut sembilan tahun penjara serta denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam putusannya, majelis hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp500 juta kepada masing-masing terdakwa, dengan masa pidana penjara dihitung sejak awal penahanan di tahap penyidikan.
Kenapa Vonis Lebih Ringan dari Tuntutan?
Dalam pertimbangannya, hakim menyebut sejumlah hal yang meringankan, antara lain bahwa Damanik dan Mangapul masih memiliki tanggungan keluarga dan telah bersikap kooperatif dalam membantu pengungkapan perkara lain. Dua hakim nonaktif di Pengadilan Negeri Surabaya itu juga telah mengembalikan uang yang diterima dari Lisa Rachmat, pengacara Ronald Tannur.
"Terdakwa dengan itikad baik telah mengembalikan uang yang diterima dari Lisa Rachmat," ujar hakim di persidangan.
Namun, hakim juga menyoroti hal-hal yang memberatkan, termasuk bahwa tindakan para terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
"Perbuatan Terdakwa melanggar sumpah jabatan sebagai hakim," kata majelis hakim.
Sementara itu, Heru Hanindyo dijatuhi vonis lebih berat dari dua rekannya, yakni 10 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan. Heru terbukti bersalah dengan menerima suap dan gratifikasi bersama-sama dengan Damanik dan Mangapul terkait vonis bebas Ronald Tannur.
Kenapa Vonis Heru Hanindyo Lebih berat?
Majelis Hakim menilai sejumlah hal yang memberatkan. Pertama, tindakannya dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Selain itu, perbuatan Heru dianggap melanggar sumpah jabatannya sebagai hakim.
Faktor lain yang memperberat hukuman adalah sikap Heru yang tidak menunjukkan penyesalan atau kesadaran atas kesalahannya selama proses persidangan.
Untuk diketahui, dalam pembelaannya (duplik) yang disampaikan Heru pada Senin (5/5), dia mengeklaim tidak terlibat dan tidak menerima uang terkait dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur. Heru tetap membantah keberadaannya di kantor PN Surabaya sebagaimana peristiwa pembagian uang yang disebutkan dan diakui oleh Damanik dan Mangapul dalam perkara tersebut.
Heru juga membantah disebut mengetahui atau menerima bagian dari uang sebesar SGD 140.000 sebagaimana keterangan para Damanik maupun Mangapul. Ia menegaskan bahwa keberatan atas keterangan dua saksi lainnya merupakan bagian dari hak konstitusional untuk membela diri.
"Terdakwa tidak menyadari akan kesalahannya," kata majelis hakim saat membacakan amar pertimbangan putusan Heru Hanindyo.
Meski lebih berat dari dua rekannya, vonis Heru tetap lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman 12 tahun penjara serta pidana denda sebesar Rp750 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan.
Hal meringankan yang dipertimbangkan sebelum mengenakan hukuman, yaitu Heru belum pernah dihukum.
"Berdasarkan hal memberatkan dan meringankan yang ada pada diri terdakwa, Majelis berpendapat bahwa hukuman atau pemidanaan yang dijatuhkan atas diri terdakwa kiranya sudah memenuhi rasa keadilan," ucap hakim.
Berapa Nilai Suap yang Diterima?
Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo selaku hakim nonaktif PN Surabaya dinyatakan menerima suap senilai total sekitar Rp4,3 miliar. Suap tersebut terdiri dari Rp1 miliar dan Sin$308.000, yang disebut diberikan untuk mengatur putusan dalam perkara pembunuhan Dini Sera Afriyanti (29) dengan terdakwa Ronald Tannur.
Tindak pidana ini berlangsung antara Januari hingga Agustus 2024 dan terjadi di dua lokasi: Pengadilan Negeri Surabaya dan sebuah gerai Dunkin Donuts di Bandara Ahmad Yani, Semarang.
Dalam pengurusan perkara tersebut, mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung, Zarof Ricar, juga diduga ikut terlibat.
Ronald Tannur pada akhirnya divonis bebas oleh Erintuah Damanik dkk berdasarkan putusan PN Surabaya Nomor: 454/Pid.B/2024/PN.Sby tanggal 24 Juli 2024. Namun, di tingkat kasasi, MA membatalkan putusan bebas tersebut. Ronald Tannur divonis dengan pidana lima tahun penjara. (Can/P-4)