
ANGGOTA DPR RI Yan Permenas Mandenas meminta pejabat yang memberikan izin pertambangan di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya diperiksa oleh aparat penegak hukum. Ia menduga penerbitan izin tambang tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Wajib diperiksa pejabat yang berwenang dengan indikasi-indikasi lain yang menyebabkan izin itu bisa diproses dan diterbitkan. Pasti ada indikasi KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) dalam proses penerbitan izin tambang yang tidak prosedural,” kata Yan Mandenas, melalui keterangannya, Senin (9/6).
Yan Mandenas meminta perizinan tambang tersebut dikaji ulang guna memastikan legalitas dan kesesuaian dengan aturan lingkungan yang berlaku.
“Karena menyangkut lebih dari satu kementerian yang memberikan izin, di mana ada rekomendasi dari kementerian terkait lainnya. Apalagi, Raja Ampat masuk sebagai kawasan wisata dan hutan lindung,” jelasnya.
Menurutnya, tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat telah lama beroperasi meski mendapat penolakan dari masyarakat setempat, termasuk pemilik hak ulayat. Ia menilai ada unsur pembiaran dari pemerintah sebelumnya.
“Namun, yang terjadi adalah pembiaran oleh pemerintahan sebelumnya, baik pusat maupun daerah, hingga masalah ini muncul ke permukaan setelah adanya protes dari aktivis lingkungan,” jelas Yan Mandenas.
Legislator Partai Gerindra itu juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang tegas dalam kasus ini. Ia menyebut perlunya keterlibatan aparat hukum dalam memeriksa seluruh pihak terkait.
“Terutama dalam menegakkan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas koruptor dan mengembalikan kekayaan alam sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Jadi, jika ada indikasi suap dalam penerbitan izin, maka harus diperiksa dan diproses hukum,” tegasnya.
Ia menduga adanya keterlibatan oknum di kementerian terkait serta pelanggaran prosedur dalam proses administrasi perizinan tambang.
“Yang kedua, tentunya ada campur tangan oknum pejabat di kementerian terkait. Juga, ada proses yang tidak prosedural baik administrasi izin usaha pertambangan nikel,” ungkapnya.
Yan Mandenas meminta agar masalah ini dilihat secara menyeluruh, termasuk dengan memanggil pihak perusahaan tambang. Ia juga menyoroti pentingnya kajian AMDAL yang selama ini, menurutnya, diabaikan pemerintah di Papua.
“Mengingat masalah AMDAL di Papua selama ini cukup diabaikan pemerintah, termasuk di Raja Ampat,” tambahnya.
Ia mendesak agar perusahaan tambang di Raja Ampat tidak hanya diperiksa, tetapi juga diproses hukum bila terbukti melakukan pelanggaran, khususnya terkait regulasi perizinan. Menurutnya, kasus ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengevaluasi seluruh izin pertambangan di Papua.
“Masalah ini membuka mata kita bahwa banyak sekali tambang di Papua yang menyalahi aturan pemerintah, namun tetap diberikan rekomendasi untuk beroperasi,” tutur dia.
Yan Mandenas juga mengaku telah menerima berbagai laporan dari masyarakat mengenai tambang-tambang ilegal di Papua, seperti tambang emas di Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nabire, Waropen, dan beberapa kabupaten lain di Papua.
"Saya berharap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral segera menertibkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan-perusahaan yang sudah beroperasi di Papua, serta berhati-hati dalam mengeluarkan izin,” pungkasnya. (Faj/P-2)