
STRATEGI pelepasan aset disebut PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) untuk mengoptimalkan bisnis dan memperkuat fundamental perusahaan. Langkah ini memungkinkan pengembangan proyek baru, pengurangan utang, dan peningkatan modal usaha.
Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Tbk, Bacelius Ruru, menegaskan bahwa langkah divestasi aset bukan sekadar untuk mengurangi utang, tetapi juga bagian dari strategi bisnis yang bertujuan mengoptimalkan nilai aset. Dengan hasil penjualan, perusahaan dapat berinvestasi kembali dalam pembangunan proyek-proyek baru yang memiliki potensi peningkatan nilai yang lebih besar.
"Dengan meningkatnya nilai aset yang kami miliki, kami dapat mengonversinya menjadi modal baru melalui penjualan. Hasilnya kemudian digunakan untuk membangun dan mengembangkan proyek-proyek properti baru. Pendekatan ini telah terbukti efektif, menjadikan fundamental bisnis APLN semakin kuat serta memastikan pertumbuhan usaha yang berkelanjutan," ungkap Bacelius Ruru dalam keterangannya kepada media pekan lalu.
Beberapa aset yang telah dilepas selama periode tersebut antara lain Hotel Pullman Central Park, Central Park Mall, Neo Soho, serta yang terbaru, Hotel Pullman di Vimala Hills Resort, Ciawi, Bogor. Meski demikian, APLN tetap mempertahankan kepemilikan sebagian saham di Central Park Mall dan masih bertindak sebagai pengelolanya.
Secara strategis, dana hasil divestasi telah dimanfaatkan untuk pengembangan proyek-proyek baru, termasuk Podomoro Park di Bandung, Parkland Podomoro di Karawang, Bukit Podomoro Jakarta di Jakarta Timur, Hotel Pullman Bandung, Podomoro Golf View di Bogor, dan Podomoro City Deli Medan, yang mencakup pusat perbelanjaan premium.
Selain itu, APLN juga mengalokasikan likuiditas yang diperoleh untuk mendukung pengembangan proyek-proyek yang sedang berjalan, seperti Vimala Resort di Ciawi, Borneo Bay di Balikpapan, serta perencanaan hotel baru di Bali pada lahan yang telah dimiliki perusahaan.
"Dengan ekspansi proyek-proyek baru ini, kami turut berkontribusi dalam penciptaan ribuan lapangan kerja dan mendukung pertumbuhan industri properti yang memiliki dampak luas terhadap berbagai sektor ekonomi. Kami bersyukur tetap dapat menjalankan bisnis dengan stabil, bahkan saat menghadapi tantangan besar seperti pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu," tambah Bacelius Ruru.
Di sisi finansial, strategi penjualan aset ini juga berkontribusi terhadap pengurangan utang perusahaan. Sejak 2017, APLN berhasil memangkas beban utang sebesar R 4 triliun, termasuk melunasi seluruh pinjaman dalam denominasi dolar AS, sehingga perusahaan tidak lagi terdampak oleh fluktuasi nilai tukar mata uang tersebut. Rasio utang terhadap ekuitas (gearing ratio) juga mengalami penurunan dari 0,8% pada 2017 menjadi 0,5% pada 2024. Sementara itu, ekuitas perusahaan meningkat dari Rp11,49 triliun pada 2017 menjadi Rp13,23 triliun pada kuartal III-2024.
Dengan semakin banyaknya proyek yang dibangun berkat pendanaan dari hasil divestasi, APLN juga berhasil mempertahankan pertumbuhan penjualan properti.
Pada 2024, marketing sales untuk segmen rumah tapak, apartemen, dan kawasan komersial mencapai Rp1,9 triliun, meningkat sekitar 60% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp1,2 triliun.
"Strategi penjualan aset ini bukan sekadar langkah pelepasan, melainkan bagian dari optimalisasi nilai aset atau monetisasi. Kami melihatnya sebagai realisasi apresiasi nilai kapital, di mana aset yang sudah matang dapat dijual untuk memperoleh keuntungan dari peningkatan nilainya. Jika ada investor yang berminat dan harga yang ditawarkan sesuai, kami akan terus mempertimbangkan langkah serupa di masa mendatang," pungkas Bacelius Ruru. (Z-10)