
KEMENTERIAN Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) menegaskan bahwa instalasi nuklir di Iran tidak boleh menjadi sasaran serangan dalam kondisi apa pun, karena dapat mengancam keselamatan manusia dan menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Kemlu RI, Roy Soemirat, yang menyoroti bahwa larangan penyerangan terhadap fasilitas nuklir merupakan bagian dari kesepakatan global dalam Traktat Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) dan sesuai dengan aturan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang disepakati oleh negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Ancaman serangan terhadap instalasi nuklir di Iran ini juga tentunya mengancam keselamatan penduduk sipil termasuk WNI dan berpotensi menjadi bencana kemanusiaan,” kata Roy dalam konferensi pers daring yang digelar pada Rabu (18/6).
Dia menambahkan Indonesia memiliki kepentingan besar terhadap isu ini karena saat ini terdapat 386 Warga Negara Indonesia (WNI) yang bermukim di Iran. Oleh sebab itu, Kemlu RI secara aktif menyuarakan posisi Indonesia dalam berbagai forum IAEA terkait isu tersebut.
“Yang lebih parah adalah bahwa serangan atau ancaman serangan terhadap instalasi nuklir akan membahayakan rezim pengaturan non-proliferasi senjata nuklir seperti yang saat ini dijunjung tinggi bersama oleh seluruh negara pihak pada traktat non-proliferasi senjata nuklir,” tegas Roy.
Lebih lanjut, Roy juga menekankan bahwa Presiden Prabowo Subianto memberi perhatian serius terhadap eskalasi konflik antara Iran dan Israel.
"Saya yakin bahwa pemerintah akan terus mengeluarkan kebijakan yang paling tepat terkait dengan sikap-sikap yang dilakukan oleh para aktor terkait dalam konflik yang saat ini sedang terjadi,” lanjutnya.
Sebelumnya, Israel meluncurkan serangan terhadap Iran pada Jumat (13/6) dini hari, dengan mengklaim operasi tersebut bertujuan untuk menghentikan program nuklir Iran.
Serangan itu menargetkan tiga fasilitas nuklir utama, yaitu Natanz, Isfahan, dan Fordow serta beberapa ilmuwan terkemuka yang terlibat dalam riset dan pengembangan nuklir.
Direktur Jenderal IAEA, Rafael Mariano Grossi, menyampaikan bahwa tingkat radiasi di sekitar instalasi Natanz dan fasilitas lain di Isfahan sejauh ini terpantau dalam kondisi normal.
Namun, dia memperingatkan bahwa eskalasi ketegangan militer meningkatkan kemungkinan pelepasan radiologi.
Grossi menegaskan pentingnya transparansi dari pihak-pihak terkait dan menyerukan agar IAEA menerima informasi teknis secara tepat waktu dan rutin mengenai kondisi fasilitas nuklir yang terkena dampak.
Tanpa data yang akurat, lanjutnya, IAEA tidak akan mampu menilai kondisi radiologis secara menyeluruh dan tidak dapat memberikan bantuan teknis yang diperlukan untuk mengurangi risiko bagi penduduk dan lingkungan sekitar. (I-3)