Revolusi Hijau Hanya Program Seremonial Deforestasi Hutan Kalsel Terus Berlangsung

10 hours ago 1
Revolusi Hijau Hanya Program Seremonial Deforestasi Hutan Kalsel Terus Berlangsung Kerusakan hutan Kalsel.(Dok.Walhi Kalsel)

Pemerintah daerah di Kalimantan Selatan mengklaim program penanaman (reboisasi) yang disebut Revolusi Hijau selama ini cukup berhasil. Namun organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencatat sebaliknya dimana laju deforestasi di Kalsel terus berlangsung.

Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Raden Rafiq Sepdian Fadel Wibisono, Jumat (14/3). Menurutnya pemerintah sering kali menggunakan Revolusi Hijau sebagai alasan untuk membungkus berbagai bentuk eksploitasi lingkungan, terutama dalam kawasan hutan.

Program yang seharusnya menjadi solusi atas krisis lingkungan ini justru dijadikan tameng untuk melegitimasi deforestasi dan alih fungsi lahan secara masif. "Alih-alih menjadi gerakan penghijauan yang nyata, Revolusi Hijau lebih sering menjadi narasi politik yang digunakan untuk meredam kritik publik terhadap kerusakan lingkungan," tuturnya.

Pemprov Kalsel mengklaim telah melakukan penghijauan dan rehabilitasi lahan, tetapi realitas di lapangan menunjukkan bahwa luas Deforestasi jauh lebih besar dibandingkan dengan kawasan yang direboisasi. Menurut Data WLHI Kalimantan Selatan menunjukan deforestasi yang terjadi pada tahun 2023 sampai 2024 mencapai 146.956,8 hektare.

Kabupaten dengan laju deforestasi terbesar yaitu Kabupaten Kotabaru seluas 66.155,11 hektare, disusul Tanah Bumbu dengan luas deforestasi 35.890,97 hektare dan Banjar seluas hampir 15 ribu hektare.
Sementara, program penghijauan sering kali hanya dilakukan secara seremonial tanpa adanya pemantauan jangka panjang terhadap efektivitasnya.

"Perbadingan laju deforestasi dengan perbaikan lingkungan melalui kegiatan penghijauan sangat berbanding jauh sekali. Dan juga dalam proses pertumbuhannya memerlukan waktu yang cukup panjang. Revolusi Hijau sering kali digunakan untuk melegitimasi perizinan eksploitasi lahan hutan dengan dalih investasi dan pembangunan," kata Rofiq.

Pemerintah mengizinkan perusahaan besar, terutama di sektor perkebunan sawit, tambang, dan Hutan Tanaman Industri (HTI), untuk mengambil alih kawasan hutan dengan janji akan melakukan rehabilitasi setelah eksploitasi dilakukan. Kenyataannya Lahan yang sudah digunduli jarang dikembalikan ke kondisi aslinya.

Kebijakan pemerintah sering kali lebih berpihak kepada kepentingan ekonomi daripada kelestarian lingkungan, sehingga banyak pelanggaran yang dibiarkan terjadi dengan berbagai alasan birokrasi. Jika Revolusi Hijau benar-benar dijalankan dengan serius, maka seharusnya ada penegakan hukum terhadap perusahaan atau pihak yang melakukan perusakan hutan.

Lemahnya pengawasan dan sanksi membuat eksploitasi terus berlangsung tanpa konsekuensi yang berarti. Sedangkan masyarakat lokal yang memperjuangkan lingkungan malah sering dianggap sebagai penghambat pembangunan. (E-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |