
EKONOM Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai kabar keterlibatan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) dalam rencana akuisisi GoTo oleh Grab menandai fase baru peran negara dalam menjaga kedaulatan digital.
Sebelumnya, Danantara dilaporkan tengah menjajaki pembelian saham minoritas dari entitas gabungan Grab-GoTo dengan nilai yang diperkirakan mencapai US$7 miliar. Jika benar rencana ini terealisasi, maka transaksi ini akan menandakan bahwa negara tidak hanya menjadi regulator, tetapi juga pemain aktif dalam ekosistem teknologi digital.
Ia menilai hingga saat ini ekosistem dua pemain terbesar di sektor layanan on-demand Asia Tenggara tersebut telah menciptakan entitas yang melayani puluhan juta pelanggan, menghubungkan jutaan UMKM, dan mempekerjakan sekitar 4 juta mitra driver dan kurir di Indonesia. Menurutnya, keterlibatan Danantara sangat relevan dan memiliki peluang pengembangan yang efektif untuk sektor sub-ekonomi.
“Ekosistem ini secara efektif menghubungkan puluhan juta pelaku ekonomi, dari mulai ojek, taksi, kurir, hingga sistem pembayaran, dengan peluang pengembangan ke depan yang sangat luas untuk sub-sektor ekonomi lainnya.” kata Wijayanto melalui keterangannya, Senin (9/6).
Wijayanto menambahkan langkah Danantara tak bisa dilepaskan dari keprihatinan terhadap potensi dominasi asing. Ia menyatakan bahwa jika terjadi merger, kepentingan nasional harus mempunyai suara mayoritas.
“Jangan sampai ekosistem yang teramat penting ini dikuasai oleh asing,” tambahnya
Wijayanto juga berharap keterlibatan Danantara bisa menjadi sebuah solusi realistis untuk melindungi kepentingan publik di tengah kekhawatiran atas hilangnya kendali nasional atas perusahaan teknologi strategis.
Lebih lanjut, Wijayanto menekankan pentingnya momentum untuk masuk ke dalam struktur kepemilikan sebelum merger difinalisasi. “Masuk sebelum merger akan memberikan keuntungan bagi Danantara dalam bentuk valuasi yang lebih rendah, sehingga return yang didapatkan akan jauh lebih tinggi,” pungkasnya. (H-3)