
PRESIDEN Prabowo Subianto dinilai memiliki modal besar untuk merealisasikan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PATP). Selain dapat mendorong koalisi partai pendukungnya lewat DPR, Presiden juga memiliki kewenangan untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman mengatakan, Prabowo sudah beberapa kali menyampaikan komitmen pemberantasan korupsi sejak menjadi presiden. Namun, komitmen itu tak boleh berhenti menjadi omon-omon semata. Oleh karena itu, ia mendorong Prabowo untuk melakukan aksi nyata.
Karena surat presiden sudah dikirimkan sejak zaman Presiden ketujuh Joko Widodo ke DPR, Zaenur mengatakan bola pembahasannya saat ini berada di Senayan. Ia mengatakan, komposisi dukungan Presiden di DPR saat ini sebenarnya sangat memungkinkan bahwa calon beleid tersebut segera dibahas.
"Maka Presiden sebagai juga pemimpin koalisi yang sangat besar, sangat gemuk, harus mengonsolidasikan parpol-parpol pendukungnya, misalnya dengan mengumpulkan ketua-ketua umum parpol pendukungnya, kemudian harus diarahkan kepada mereka semua untuk mendukung RUU Perampasan Aset di DPR," terangnya kepada Media Indonesia, Jumat (2/5).
Buktinya, sambung Zaenur, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, sejumlah RUU dapat disahkan dengan cepat, termasuk yang teranyar RUU TNI. Ia mengingatkan, kehadiran UU Perampasan Aset di Tanah Air sangat mendesak. Mengingat, beleid tersebut diyakini dapat mendukung efektivitas perampasan aset-aset kejahatan, termasuk yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
"Konsolidasi elite itu sekarang sedang sangat bagus, sehingga ketika Presidennya memerintahkan, itu elite akan ikut, bahkan akan takut," jelas Zaenur.
Selain mendorong pembahasan di DPR saat ini, ia juga menyebut bahwa Presiden Prabowo dapat mengeluarkan perppu Perampasan Aset. Hal itu dimungkinkan jika Prabowo merasa konsensus soal pengesahan RUU Perampasan Aset sulit dilakukan lewat DPR.
"Solusinya, Presiden bisa mengeluarkan perppu sehingga mau tidak mau DPR wajib membahasnya di masa sidang berikutnya," kata Zaenur. (Tri/M-3)