
Tempus kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang berlangsung selama lima tahun pada 2018-2023 menimbulkan kecurigaan dari sisi politis. Rentang waktu itu berkaitan dengan momentum pemilihan umum.
Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah menduga, uang hasil kejahatan yang diperoleh dari perkara tersebut digunakan untuk kepentingan kontestasi politik, baik Pemilu 2019 maupun 2024.
"Yang perlu dipahami adalah momentumnya. Kalau kita baca baik-baik dari sudut pandang politik, 2018 itu kan sebenarnya momentum menjelang pemilu," kata Herdiansyah kepada Media Indonesia, hari ini.
Akhir tempus penyidikan kasus tersebut yang diusut Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung, yakni 2023, juga bertepatan dengan satu tahun jelang penyelenggaraan Pemilu 2024.
Oleh karena itu, Herdiansyah berpendapat kerugian negara yang ditimbul dari kasus itu berpotensi digunakan untuk pembiayaan politik. Berdasarkan hasil perhitungan sementara penyidik JAM-Pidsus, kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp193,7 triliun.
Namun, angka itu berpotensi membengkak mengingat sejumlah komponen kerugian yang dihitung penyidik sejauh ini hanya merujuk pada data 2023 saja, misalnya kerugian pemberian kompensasi dan kerugian pemberian subsidi.
"Jadi kalau kita analisis dengan baik sebenarnya, bisa jadi korupsi dari Rp193,7 triliun atau lebih itu digunakan untuk pembiyaan politik jelang pemilu," terang Herdiansyah.
Pihak Kejagung sendiri belum mengungkap ada tidaknya aliran dana dari kasus yang telah menjerat sembilan tersangka itu kepada pembiayaan pemilu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menjelaskan, tiga komponen penyusun kerugian negara yang berhasil dihitung pihaknya adalah kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melui broker, dan kerugian impor BBM melalui broker.
Untuk menghitung seluruh total kerugian selama lima tahun, Harli mengatakan pihaknya sudah menggandeng ahli. "Kita harapkan, atau mungkin saja ini bisa lebih. Tapi tentu ahlilah yang akan menghitung," jelas Harli.(Ant/P-1)