PKS Desak Perusahaan Tambang Perusak Lingkungan di Raja Ampat Ditindak Tegas

4 hours ago 1
PKS Desak Perusahaan Tambang Perusak Lingkungan di Raja Ampat Ditindak Tegas Alat berat pertambangan nikel terparkir sejak PT Gag Nikel menghentikan kegiatan operasionalnya untuk sementara di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Sabtu (7/6/2025) .(Antara/Putu Indah Savitri)

ANGGOTA Komisi XII DPR RI dari Fraksi PKS Nevi Zuairina mendesak perusahaan tambang yang diduga merusak lingkungan di Raja Ampat, Papua Barat Daya ditindak tegas. 

Menurutnya, adanya perusakan ini merupakan ironi serius yang mencoreng semangat pelestarian lingkungan dan mencederai tanggung jawab terhadap generasi mendatang.

Ia juga menyoroti sejumlah perusahaan tambang nikel di Raja Ampat diduga melakukan aktivitas di pulau kecil yang bertentangan dengan UU No 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 

Selain itu, mereka juga terindikasi membuka lahan di luar izin lingkungan, mengabaikan sistem manajemen limbah, serta menyebabkan sedimentasi pesisir yang merusak ekosistem laut Raja Ampat yang sangat rapuh.

Nevi mendukung langkah tegas yang diambil Kementerian Lingkungan Hidup dalam menghentikan sementara aktivitas beberapa perusahaan tersebut. “Langkah ini harus menjadi pintu masuk untuk penegakan hukum yang lebih kuat dan transparan. Tidak boleh ada pembiaran terhadap kejahatan ekologis,” ujar Nevi, melalui keterangannya, Senin (9/6).

Nevi menambahkan kasus ini menunjukkan adanya celah serius dalam pengawasan dan penerapan regulasi. Oleh karena itu, ia mendorong revisi menyeluruh terhadap peraturan terkait pertambangan di wilayah sensitif, khususnya pulau kecil dan kawasan konservasi.

“Harus ada moratorium untuk izin-izin tambang di wilayah-wilayah yang memiliki nilai ekologis dan wisata yang tinggi,” tegasnya.

Nevi menegaskan pertumbuhan ekonomi tidak boleh dibangun dengan mengorbankan lingkungan hidup. Prinsip pembangunan berkelanjutan harus menjadi fondasi kebijakan negara.

Maka dari itu, ia meminta Pemerintah Pusat dan Daerah membuka ruang dialog yang lebih luas untuk menyusun formula pengembangan ekonomi lokal yang adil, lestari, dan tidak menimbulkan kerusakan permanen.

“Pelanggaran ini tidak bisa ditoleransi. DPR, masyarakat sipil, dan seluruh elemen bangsa harus bersatu mengawal kasus ini. Demi keadilan ekologis dan hak hidup anak cucu kita kelak,” tutup Nevi Zuairina.

Sebelumnya, Kementerian LH telah melakukan pengawasan terhadap empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat sejak akhir bulan Mei lalu. Keempat perusahaan tersebut yakni PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).

PT ASP diketahui melakukan aktivitas pertambangan di Pulau Manuran seluas ±746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan maupun pengelolaan air limbah larian. Plang peringatan telah dipasang KLH/BPLH sebagai bentuk penghentian kegiatan di lokasi tersebut.

Sementara itu, PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag seluas ±6.030,53 hektare. Dalam hal ini, kedua lokasi tersebut, yaitu Pulau Manuran dan Pulau Gag termasuk ke dalam kategori pulau kecil. Oleh karena itu, aktivitas pertambangan di wilayah tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

“Penambangan di pulau-pulau kecil adalah bentuk pelanggaran terhadap pengelolaan wilayah pesisir yang sudah diatur dalam Undang-Undang. KLH/BPLH akan bertindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku dan mengkaji ulang terhadap aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat,” tegas Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Minggu (8/6).

KLH/BPLH saat ini tengah melakukan evaluasi atas Persetujuan Lingkungan milik PT ASP dan PT GN. Apabila ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan hukum, maka izin lingkungan kedua perusahaan tersebut akan dicabut.

Tak hanya itu, PT MRP juga menjadi sorotan karena tidak memiliki dokumen lingkungan maupun PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele. Seluruh kegiatan eksplorasi perusahaan ini telah dihentikan.

Di sisi lain, PT KSM terbukti membuka area tambang seluas lima hektare di luar izin lingkungan dan kawasan PPKH di Pulau Kawe. Aktivitas tersebut menimbulkan sedimentasi di pesisir Pantai. (Faj/P-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |