
DIREKTUR Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengungkap kasus perdagangan ilegal sianida di dua lokasi di Jawa Timur, yakni di Surabaya dan Pasuruan. Pengungkapan berdasarkan informasi adanya perdagangan bahan kimia berbahaya jenis sodium cyanide (sianida) di PT SHC Surabaya.
Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Nunung Syaifuddin mengatakan atas dasar informasi tersebut, pada tanggal 11 April 2025 Dittipidter Bareskrim Polri melakukan penyelidikan di gudang PT SHC, di Jalan Margo Mulia Indah Blok H/9A, Tandes, Surabaya. Kemudian, memeriksa sejumlah pihak, salah satunya SE yang merupakan direktur PT SHC.
"TKP ada dua, pertama di gudang Jalan Margo Mulia Indah Blok H/9A, Tandes, Surabaya. Kedua yang berada di Kabupaten Pasuruan," kata Nunung dalam keterangan tertulis, Kamis (8/5).
Nunung mengatakan saat proses penggeledahan pihaknya menerima informasi akan masuk lagi 10 kontainer sianida dari Tiongkok. Bahkan, saat penggeledahan ada pengiriman 10 kontainer sianida yang sedang dalam perjalanan mendadak dialihkan dari gudang Surabaya.
"Karena di sini ada penggeledahan, maka dialihkan oleh owner ke gudang yang ada di Pasuruan," jujar Nunung.
Nunung melanjutkan setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan, SE selaku Direktur PT. SHC ditetapkan sebagai tersangka kasus impor bahan kimia berbahaya jenis sianida. Nunung menyebut tersangka baru satu, namun masih terus dikembangkannya.
"Modus yang digunakan SE yakni melakukan impor bahan kimia berbahaya itu dari China menggunakan dokumen perusahaan lain, yaitu perusahaan pertambangan emas yang tidak berproduksi," ungkap jenderal polisi bintang satu itu.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 24 ayat (1) Juncto Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp10 miliar.
Kemudian, Pasal 8 ayat (1) huruf a, e, dan f Juncto Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar. (Yon/P-3)