Pakar: Sistem Pengawasan KY yang Kaku dan Formal Hambat Pemberantasan Mafia Peradilan

1 week ago 19
Situs Warta News Pagi Tepat
 Sistem Pengawasan KY yang Kaku dan Formal Hambat Pemberantasan Mafia Peradilan Ilustrasi(MI/Seno)

PAKAR Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, sistem pengawasan Komisi Yudisial (KY) yang terlalu kaku dan formal menjadi salah satu penyebab kurang efektifnya pemberantasan mafia peradilan.

Menurut Fickar, kewenangan KY yang berfokus pada pengawasan etik dan perilaku hakim, serta pengusulan pengangkatan hakim agung, namun bukan pada teknis peradilan atau putusan hakim, justru membuat KY terkesan lemah. 

“Kinerja KY selama ini tak terlihat signifikansinya terutama jika dikaitkan dengan maraknya berbagai transaksi mafia di peradilan, hal ini karena pendekatan pengawasan sistemik yang dilakukan KY terlalu formal, sehingga sulit menemukan penyimpangan meskipun transaksi ilegal itu terjadi setiap hari,” katanya kepada Media Indonesia pada Senin (9/6). 

Fickar menjelaskan fungsi kinerja KY akan sangat berdampak pada wajah lembaga peradilan di Indonesia, terutama Mahkamah Agung (MA). Sebab, paling tidak, KY-lah yang menjadi penyeleksi utama orang-orang yang duduk sebagai pengadil tertinggi di negeri ini. 

Atas dasar itu, KY perlu menggunakan pengawasan dengan metode yang lebih efektif agar tidak mengalami disfungsi pengawasan, baik pengawasan internal dan eksternal KY terhadap perilaku hakim.  

“Sudah waktunya menggunakan pendekatan lain, umpamanya dengan bekerjasama secara diam-diam lewat metode penyadapan dengan pencari keadilan, bahkan kalau perlu dengan metode menjebak. Jika sistem peradilan yang bersih sudah kuat, maka jebakan apapun tidak akan berhasil,” ujarnya. 

Fickar menyebut, ada dua faktor yang menyebabkan lumpuhnya KY dalam kerja pengawasan. Selain karena kewenangan lembaga yang terbatas, ada juga persoalan individu komisioner KY. Menurutnya, meskipun terbatas, kewenangan lembaga tetap bisa dioptimalkan apabila para pimpinan KY kreatif.

“Kewenangan mengawasi panitera tidak perlu diminta KY, jika memang menemukan, panitera yang melakukan kejahatan suap atau menjadi fasilitator suap ya tinggal bekerjasama dengan KPK atau penegak hukum lain untuk memprosesnya,” tukasnya. 

Di samping itu, Fickar, menilai, pimpinan KY seharusnya memiliki imaji sebagai lembaga independen dan tidak bersikap kompromistis dengan lembaga yang diawasi agar fungsi pengawasan dapat berjalan.

“Sebenarnya setiap hari, selalu saja ada transaksi di pengadilan yang lolos dari pengawasan KY, karena sistem pengawasan yang kaku dan formal, maka peradilan akan seperti itu dengan status quo suap-menyuap yang terus berulang,” ucapnya. 

Alih-alih mengeluh mengenai perluasan kewenangan, Fickar mendorong agar KY terlebih dulu menunjukkan independensi, tegas untuk menyatakan yang salah adalah salah dan yang benar adalah benar, dan membenahi pola pengawasan secara lebih efektif.

“Jadi sebaiknya KY tidak perlu mengeluh soal kewenangan jika belum bisa membuktikan kemampuannya dalam membongkar sistem yang korup di peradilan,” pungkasnya. (Dev/-1) 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |