Narsisis Lebih Rentan Merasa Dikucilkan, Terlepas dari Realitas Sosial

3 weeks ago 15
Narsisis Lebih Rentan Merasa Dikucilkan, Terlepas dari Realitas Sosial Ilustrasi(freepik)

ORANG dengan sifat narsistik cenderung merasa dikucilkan lebih sering dibandingkan mereka yang kurang terobsesi pada diri sendiri, menurut penelitian yang diterbitkan American Psychological Association. Hal ini mungkin tidak hanya disebabkan sikap orang lain yang menjauhi mereka, juga karena kecenderungan narsisis untuk salah menafsirkan sinyal sosial yang ambigu sebagai tanda pengucilan.

"Merasa dikucilkan adalah pengalaman subjektif yang bergantung pada bagaimana seseorang menafsirkan isyarat sosial. Beberapa orang mungkin benar-benar dikucilkan, sementara yang lain hanya merasa demikian meskipun kenyataannya tidak," kata penulis utama studi ini, Christiane Büttner, PhD, dari University of Basel. 

"Temuan kami menunjukkan individu dengan tingkat narsisme yang lebih tinggi lebih peka terhadap isyarat pengucilan, sehingga mereka lebih sering merasa terasing."

Penelitian ini dipublikasikan dalam Journal of Personality and Social Psychology.

Narsisme dan Persepsi Pengucilan

Meskipun narsisme memiliki beberapa bentuk, penelitian ini berfokus pada narsisme grandiose, yang ditandai dengan sifat merasa berhak, dominan, haus pujian, serta keinginan kuat untuk mendapatkan status dan pengakuan.

Tim peneliti pertama-tama menganalisis data dari German Socio-Economic Panel, survei jangka panjang yang mewakili sekitar 22.000 rumah tangga di Jerman. Dari 1.592 individu yang menjawab pertanyaan tentang narsisme dan pengucilan sosial pada tahun 2015, ditemukan mereka yang memiliki tingkat narsisme lebih tinggi melaporkan lebih sering merasa dikucilkan.

Untuk mengonfirmasi temuan ini, tim melakukan studi dua minggu dengan 323 peserta. Para peserta mengisi tes narsisme dan melaporkan perasaan pengucilan di masa lalu. Selama 14 hari berikutnya, mereka mencatat momen ketika mereka merasa diabaikan atau tidak dianggap, menggunakan aplikasi seluler.

"Peserta dengan skor narsisme lebih tinggi melaporkan merasa dikucilkan lebih sering dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan hasil survei kami sebelumnya," ujar Büttner.

Eksperimen: Narsisme dan Pengucilan dalam Interaksi Sosial

Serangkaian eksperimen yang melibatkan lebih dari 2.500 peserta lebih lanjut mengeksplorasi hubungan antara narsisme dan perasaan dikucilkan. Dalam salah satu eksperimen, peserta bermain permainan lempar bola virtual, di mana dua pemain lain bisa memilih untuk mengajak mereka bermain atau mengabaikan mereka.

Eksperimen lain menggunakan skenario sosial hipotetis dan meminta peserta menilai seberapa dikucilkan mereka merasa dalam situasi tersebut.

Hasilnya menunjukkan individu narsistik lebih mungkin menafsirkan interaksi sosial yang ambigu sebagai bentuk pengucilan. Hal ini semakin diperkuat fakta banyak orang cenderung menghindari individu dengan sifat narsistik yang tinggi.

Menariknya, peneliti juga menemukan hubungan antara narsisme dan pengucilan bersifat dua arah. "Narsisme dapat menyebabkan seseorang dikucilkan secara sosial, tetapi pengucilan itu sendiri juga bisa memicu perkembangan sifat narsistik," jelas Büttner.

Analisis data selama 14 tahun dari survei nasional di Selandia Baru yang melibatkan lebih dari 72.000 peserta menunjukkan bahwa perubahan dalam perasaan dikucilkan diikuti oleh perubahan tingkat narsisme satu tahun kemudian, dan sebaliknya.

Implikasi dalam Hubungan Sosial dan Dunia Kerja

Temuan ini menunjukkan hubungan kompleks antara kepribadian dan pengalaman sosial. Büttner menekankan memahami hubungan ini bisa membantu dalam menangani konflik di tempat kerja, isolasi sosial, bahkan masalah sosial yang lebih luas.

"Jika individu dengan sifat narsistik tinggi lebih cenderung merasa dan benar-benar dikucilkan, hal ini dapat memperburuk ketegangan dalam lingkungan kerja atau kelompok sosial. Di sisi lain, kepekaan mereka terhadap pengucilan juga bisa membuat mereka lebih mungkin bereaksi secara agresif," ujarnya.

Oleh karena itu, intervensi yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan interpersonal dan mengurangi gesekan sosial sebaiknya mempertimbangkan baik persepsi maupun perilaku individu yang terlibat. (Science Daily/Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |