
PASUKAN Israel menyita kapal bantuan kemanusiaan yang hendak menuju Jalur Gaza dan menahan aktivis Swedia Greta Thunberg serta sejumlah aktivis lainnya pada Senin (9/6) pagi.
Insiden ini terjadi di tengah blokade ketat yang diberlakukan Israel atas wilayah Palestina, yang makin diperparah sejak pecahnya konflik dengan kelompok Hamas.
Para aktivis yang terlibat dalam misi ini berangkat untuk menentang operasi militer Israel di Gaza—yang disebut sebagai salah satu serangan paling mematikan dan destruktif sejak Perang Dunia II—serta untuk menyoroti pembatasan Israel terhadap akses bantuan kemanusiaan, yang membuat sekitar dua juta warga Gaza terancam kelaparan.
Koalisi Freedom Flotilla, penyelenggara pelayaran tersebut, menyatakan bahwa para aktivis diculik oleh pasukan Israel saat sedang berupaya menyalurkan bantuan penting ke wilayah yang terkepung.
"Kapal tersebut dinaiki secara tidak sah, awak sipilnya yang tidak bersenjata diculik, dan kargo penyelamat nyawanya—termasuk susu formula bayi, makanan dan perlengkapan medis—disita," demikian bunyi pernyataan resmi Freedom Flotilla seperti dilansir Arab News, Senin (9/6)
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Israel menyebut misi pelayaran tersebut sebagai aksi publisitas.
Dalam unggahan di platform X, kementerian menggambarkan pelayaran itu sebagai kapal pesiar selfie yang kini berlabuh dengan aman di pantai Israel. Kapal bantuan diperkirakan tiba di pelabuhan Ashdod, Israel, pada hari yang sama. Pemerintah Israel menyampaikan bahwa para aktivis akan dipulangkan ke negara masing-masing, dan bantuan kemanusiaan yang mereka bawa akan dikirim ke Gaza melalui jalur resmi.
Rekaman yang dirilis oleh otoritas Israel menunjukkan tentara memberikan makanan ringan dan air minum kepada para aktivis yang mengenakan rompi pelampung berwarna oranye.
Perjalanan dan Penahanan
Greta Thunberg termasuk di antara 12 orang di atas kapal Madleen—11 aktivis dan satu jurnalis—yang memulai pelayaran dari Sisilia, Italia, seminggu sebelumnya.
Dalam perjalanan, kapal sempat menyelamatkan empat migran yang melompat ke laut untuk menghindari penangkapan oleh penjaga pantai Libya.
“Saya mendesak semua teman, keluarga, dan kawan-kawan saya untuk menekan pemerintah Swedia agar membebaskan saya dan yang lainnya sesegera mungkin,” kata Thunberg dalam pesan video yang direkam sebelumnya dan dipublikasikan setelah penyitaan kapal.
Rima Hassan, anggota Parlemen Eropa asal Prancis keturunan Palestina, juga turut serta dalam pelayaran tersebut. Ia sebelumnya telah dilarang memasuki Israel karena vokal menentang kebijakan negara itu terhadap Palestina.
Reaksi Internasional
Pemerintah Turki mengecam keras tindakan Israel yang mencegat kapal bantuan tersebut. Ankara menyebut penyitaan itu sebagai serangan keji dan pelanggaran hukum internasional yang terang-terangan.
“Intervensi oleh pasukan Israel terhadap kapal 'Madleen', saat berlayar di perairan internasional merupakan pelanggaran hukum internasional yang jelas,” ujar pernyataan resmi pemerintah Turki.
Sebelumnya, upaya serupa oleh Freedom Flotilla bulan lalu juga mengalami kegagalan setelah salah satu kapal mereka diserang drone tak dikenal di perairan internasional dekat Malta. Penyelenggara menuding Israel sebagai pelaku dalam serangan yang merusak bagian depan kapal.
Kondisi Gaza dan Blokade
Israel berpendapat bahwa blokade laut terhadap Gaza diperlukan untuk mencegah penyelundupan senjata oleh Hamas. Namun, para pengkritik menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk hukuman kolektif terhadap warga sipil Palestina.
Setelah serangan yang dipimpin Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober 2023, Israel menutup total akses bantuan ke Gaza.
Meski sempat melonggarkan kebijakan di bawah tekanan internasional, pada awal Maret tahun ini Israel kembali memperketat blokade, menghentikan masuknya makanan, bahan bakar, dan obat-obatan ke wilayah tersebut.
Pekerja kemanusiaan dan organisasi internasional telah berulang kali memperingatkan bahwa Gaza berada di ambang bencana kelaparan, kecuali jika blokade segera dicabut dan operasi militer dihentikan. (H-3)