Maqdir Usul Tersangka Tak Ditahan sebelum Vonis, Ini Penjelasan Dosen Hukum UI

1 week ago 15
Maqdir Usul Tersangka Tak Ditahan sebelum Vonis, Ini Penjelasan Dosen Hukum UI Advokat Maqdir Ismail(MI/Susanto)

ADVOKAT kondang Maqdir Ismail mengusulkan agar penahanan seorang tersangka dilakukan setelah hakim pengadilan menjatuhkan vonis. Hal itu disampaikannya dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) terkait revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/3).

Maqdir menyitir praktik hukum yang terjadi di Belanda soal penahanan tersangka setelah dijatuhi vonis hakim. Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia Gandjar Laksmana Bonaprapta menjelaskan, meski hukum acara di Belanda mengatur soal penahanan dan pidana penjara, tapi aparat penegak hukum (APH) jarang melakukan penahanan.

"Di Belanda aparat penegak hukumnya tidak sedikit-sedikit melakukan penahanan, padahal punya kewenangannya. Maka rutannya kosong," ujarnya kepada Media Indonesia.

Bahkan, Gandjar menyebut pidana penjara bukan hukuman yang kerap dituntut oleh jaksa maupun diputuskan oleh hakim di Belanda. Pasalnya, alternatif sanksi pidana di KUHAP versi Belanda relatif banyak. Oleh karena itu, penjara di sana relatif kosong dan banyak yang tutup untuk kemudian dialihfungsikan. 

"APH di Belanda sangat ketat dalam melakukan penahanan, apalagi memenjarakan. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa pidana penjara tidak selalu menjadi pilihan paling tepat untuk dijatuhkan," terang Gandjar.

Menurutnya, Indonesia sudah juga memperkaya alternatif pemidanaan lewat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1/2023. KUHP baru itu diketahui mulai berlaku tahun depan.

Ia menilai, selain menersangkakan, APH Indonesia juga gemar melakukan penahanan. Padahal, KUHAP yang masih berlaku sampai saat ini sangat jelas mengatur soal penahanan. Gandjar menggarisbawahi, penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka atau pelaku tindak pidana tertentu. Artinya, tidak untuk setiap tindak pidana. 

"Lebih dari itu penahanan hanya dilakukan dalam hal terdapat kekhawatiran yang nyata bahwa, pertama, pelaku akan melarikan diri, kedua, menghilangkan bukti, atau ketiga, mengulangi perbuatannya," urai Gandjar.

Oleh karena itu, penahan seorang tersangka atau pelaku tindak pidana harus disertai kekhawatiran yang nyata, yaitu adanya indikasi. Gandjar mencontohkan, indikasi seseorang akan melarikan diri antara lain memiliki cukup uang, membawa-bawa paspor, atau tidak memenuhi panggilan.

Sebelumnya, Maqdir menyebut sangat jarang orang ditahan sebelum persidangan di Belanda. Alih-alih, mereka baru akan menjalani hukuman setelah dijatuhi vonis pengadilan oleh hakim. Selain itu, ia juga menyoroti rumah tahanan di Indonesia sudah cukup penuh, sehingga berpotensi menjadi pelangaran hak asasi manusia.

"Saya mengusulkan dan saya lebih cenderung (setuju bahwa) penahanan itu boleh dilakukan sesudah ada putusan, kecuali misalnya terhadap orang-orang yang tidak terang alamatnya, tidak jelas pekerjannya," aku Maqdir.

Ia juga menyinggung bahwa orang-orang yang jelas berlatar tokoh politik, memiliki alamat rumah jelas, dan gampang dipantau, tidak perlu dilakukan penahanan. Apalagi, sambung Maqdir, belum ada bukti yang sangat substansial untuk menyatakan orang tersebut melakukan kejahatan. 

Saat ini, diketahui bahwa Maqdir menjadi kuasa hukum untuk Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dalam perkara dugaan suap penggantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku. (P-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |