Jelang Ramadan, Waspadai Penimbunan Bahan Pokok

2 weeks ago 13
Jelang Ramadan, Waspadai Penimbunan Bahan Pokok Warga antre membeli minyak goreng saat Gerakan Pangan Murah (GPM) di Mejobo, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (14/2/2025)(ANTARA/YUSUF NUGROHO )

ANALIS kebijakan pangan Syaiful Bahari mewanti-wanti adanya oknum nakal yang menimbun pangan bahan pokok (bapok) menjelang Ramadan dan Idul Fitri 1446 Hijriah. Pihak yang tidak bertanggung jawab akan dengan sengaja menumpuk barang untuk mencari keuntungan dengan menaikkan harga bapok.

"Memang ada pelaku usaha yang dengan sengaja menimbun barang untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Ini yang mesti diperhatikan," ujarnya kepada Media Indonesia, Senin (24/2).

Ia mencontohkan kelangkaan MinyaKita di pasaran bukan karena stok kebutuhan pokok tersebut menipis. Melainkan diduga ada keterlibatan oknum yang menimbun Minyakita dan membuat harga barang itu terkerek naik. 

"Sebenarnya barang itu suplainya cukup dan tidak ada gangguan produksi maupun distribusi. Tetapi, kenapa Minyakkita harga eceran tertinggi sampai dinaikkan? Ini yang perlu dikaji," tegasnya. 

Sementara, Syaiful berpandangan banyak indikator yang menyebabkan tingginya harga beras di pasaran. Utamanya karena ada permintaan dan suplai yang tidak berimbang. Sebagian besar penggilingan padi kecil menengah dikatakan tidak mampu memproduksi beras dengan harga yang wajar. Ini karena harga eceran tertinggi (HET) beras di masyarakat dibatasi di tengah kenaikan harga gabah. Pemerintah sendiri telah menetapkan harga gabah menjadi Rp6.500 per kilogram (kg), naik dari sebelumnya Rp6.000 per kg.  

"Mereka harus membeli gabah dengan harga Rp6.500 per kg. Tetapi, di sisi lain HET beras medium jutru dibatasi. Ini yang membuat industri penggilingan padi tertekan," jelasnya.

Terkait langkah pemerintah yang melakukan operasi pasar pangan murah jelang Ramadan, dinilai tidak cukup efektif membantu masyarakat. Hal tersebut karena bersifat sementara. Menurut Syaiful, ada gap antara permintaan dan produksi bahan pangan atau pokok selama ini. 

"Lalu, rantai logistik yang tidak efisien, dan hambatan regulasi sendiri terkait pangan impor," terangnya. 

Ia menegaskan operasi pasar pangan murah bukan strategi utama dalam mengatasi fluktuasi pangan. Perlu ada langkah-langkah komprehensif seperti optimalisasi penyaluran beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) ke daerah-daerah dengan harga tinggi, lalu memfasilitasi distribusi pangan dari daerah surplus ke defisit, dan lainnya. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |