
MENTERI Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) secara terang-terangan membela Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia terkait polemik izin tambang nikel Raja Ampat, PT Gag Nikel di Pulau Gag, Papua Barat Daya.
Menurut Zulhas, Bahlil tidak bisa disalahkan atas izin tambang nikel yang diberikan kepada PT Gag Nikel, sebab izin tersebut bukan diterbitkan oleh Bahlil.
“Soal Pak Bahlil, padahal izin (PT Gag Nikel) itu bukan Pak Bahlil yang keluarkan. Beliau ini tidak salah sebenarnya,” ujar Zulhas dalam acara Peringatan Hari Kewirausahaan Nasional di Gedung Smesco, Jakarta Selatan, Selasa (10/6).
Sebagai informasi, PT Gag Nikel memperoleh izin berupa Kontrak Karya yang terbit pada tahun 2017, saat periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Izin tersebut berlaku selama 30 tahun, dari 30 November 2017 hingga 30 November 2047. PT Gag Nikel sendiri merupakan anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam), yang merupakan bagian dari holding tambang BUMN, Mind ID.
“Lha betul memang bukan (salah) Pak Bahlil kok. Pak Bahlil ini orang baik, semua dibela," kata Zulhas.
PT Gag Nikel tampak mendapat perlakuan berbeda dibanding empat perusahaan tambang lain di wilayah Raja Ampat. Ketika pemerintah mencabut izin usaha milik empat perusahaan lainnya, PT Gag Nikel justru tetap melanjutkan operasi tambang di kawasan Raja Ampat.
Dalam konferensi pers Bahlil menjelaskan alasan di balik keputusan tersebut. Ia mengatakan bahwa PT Gag Nikel merupakan satu-satunya perusahaan tambang di Raja Ampat yang menjalankan operasional sesuai ketentuan, terutama yang terkait dengan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).
“Dari lima perusahaan yang memiliki IUP di Raja Ampat, hanya PT Gag Nikel yang bisa berproduksi karena memiliki rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB), termasuk dokumen amdal yang sesuai,” ucap Bahlil.
Sementara itu, empat perusahaan lainnya, yaitu PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Melia Raymond Perkasa, dan PT Kawai Sejahtera Mining, terpaksa harus kehilangan izin tambangnya. Pemerintah menilai keempatnya telah melakukan pelanggaran, baik secara administratif maupun karena lokasinya berada dalam kawasan konservasi Geopark Raja Ampat. (H-3)