
ISRAEL melakukan serangan udara di pinggiran selatan Beirut pada Minggu, setelah memerintahkan evakuasi sebuah gedung yang diklaim digunakan kelompok Hizbullah yang didukung Iran.
Serangan ini terjadi, meskipun ada perjanjian gencatan senjata yang diberlakukan lima bulan lalu untuk mengakhiri konflik antara Israel dan kelompok militer tersebut.
Israel mengatakan mereka menargetkan tempat penyimpanan "rudal berpemandu presisi" milik Hizbullah, yang "menjadi ancaman bagi Negara Israel dan warganya."
Kepresidenan Libanon mengecam serangan tersebut dan menyerukan kepada Amerika Serikat serta Prancis, untuk menekan Israel agar menghentikan serangannya ke Libanon.
Serangan ini menandai pertama kalinya dalam hampir sebulan Israel menyerang pinggiran selatan Beirut, tempat basis Hizbullah berada.
Situasi ini semakin menekan kesepakatan gencatan senjata. Meskipun telah ada perjanjian, Israel tetap melakukan serangan hampir setiap hari terhadap target-target yang mereka klaim terkait dengan Hizbullah. Pemerintah Israel menyatakan akan merespons setiap ancaman yang mereka rasakan dari Hizbullah.
Pejabat Barat, yang berbicara secara anonim kepada BBC, mengatakan kelompok militan tersebut sebagian besar mematuhi gencatan senjata. Sementara Israel dituduh melakukan berbagai pelanggaran, termasuk serangan udara dan pengawasan menggunakan drone.
Pertahanan Sipil Libanon melaporkan tidak ada korban jiwa yang tercatat dan tim penyelamat telah berhasil memadamkan api. Dalam pernyataan di X setelah serangan tersebut, Kepresidenan Libanon mengatakan bahwa Presiden Joseph Aoun mengecam serangan itu.
"Amerika Serikat dan Prancis, sebagai penjamin perjanjian penghentian permusuhan, harus bertanggung jawab dan memaksa Israel untuk segera menghentikan serangannya," tulis pernyataan itu.
"Terus menerusnya tindakan Israel yang merusak stabilitas hanya akan memperparah ketegangan dan menimbulkan ancaman nyata terhadap keamanan dan stabilitas kawasan."
Pemerintah Israel menyatakan mereka menargetkan tempat penyimpanan "rudal berpemandu presisi" milik Hizbullah.
"Penyimpanan rudal di lokasi infrastruktur ini merupakan pelanggaran nyata terhadap kesepakatan antara Israel dan Libanon, serta menjadi ancaman bagi Negara Israel dan warganya," kata militer Israel dalam sebuah pernyataan.
Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan Israel "tidak akan membiarkan Hizbullah semakin kuat."n"Wilayah Dahiyeh di Beirut tidak akan menjadi tempat aman bagi organisasi teroris Hizbullah," tambahnya.
Koordinator Khusus PBB untuk Libanon, Jeanine Hennis-Plasschaert, menulis di X bahwa serangan ini "memicu kepanikan dan ketakutan akan kekerasan baru di antara mereka yang sangat menginginkan kembalinya kehidupan normal."
"Kami mendesak semua pihak untuk menghentikan segala tindakan yang dapat semakin merusak pemahaman tentang penghentian permusuhan," tambahnya.
Awal bulan ini, serangan udara Israel di pinggiran selatan Beirut menewaskan empat orang, termasuk seorang pejabat Hizbullah. (BBC/Z-2)