
PIHAK berwenang Israel berencana memutus aliran air dan listrik ke Jalur Gaza, Palestina, dan memperbaharui upaya untuk memindahkan penduduk dari Gaza utara ke selatan.
Dikutip dari Middle East Eye, rencana pemerintah Israel tersebut merupakan bagian dari strategi untuk menerapkan tekanan maksimum pada Jalur Gaza dan Hamas. Hal ini menyusul blokade bantuan yang masuk ke Jalur Gaza setelah berakhirnya tahap pertama kesepakatan gencatan senjata.
Langkah tersebut, yang bertepatan dengan bulan suci Ramadan, dilakukan setelah Hamas menuntut Israel untuk melanjutkan gencatan senjata ke tahap kedua dari kesepakatan.
Tahap kedua mencakup akhir perang yang definitif, penarikan Israel dari Gaza, dan pembebasan tawanan Israel yang tersisa.
Sementara itu, penembakan artileri Israel di dekat kota selatan Khan Younis menewaskan sedikitnya lima orang dan melukai 21 lainnya dalam 48 jam terakhir, menurut kementerian kesehatan Palestina.
Meskipun secara resmi menghentikan pertempuran, tentara Israel telah berulang kali melanggar gencatan senjata, melancarkan serangan udara dan menembaki warga Palestina sejak gencatan senjata dimulai pada 19 Januari.
Beberapa daerah menjadi sasaran pada Minggu sejak tahap pertama berakhir, termasuk lingkungan Shujaiyya di Kota Gaza, area bandara Gaza dekat Rafah, dan Beit Hanoun di Jalur Gaza utara.
Blokade bantuan tersebut diumumkan oleh kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Minggu (2/3).
Bezalel Smotrich
Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menyambut baik keputusan tersebut sebagai langkah penting ke arah yang benar. Ia menambahkan dalam pernyataan lain bahwa langkah selanjutnya dalam perang di Gaza adalah memutus aliran listrik dan air serta membuka gerbang neraka di Gaza dengan serangan yang kuat, mematikan, dan cepat.
Pengumuman tersebut memicu reaksi keras di kalangan kelompok-kelompok hak asasi dan para ahli.
Dalam posting di X, Doctors Without Borders (MSF) mengecam keputusan Israel untuk memblokade bantuan.
"Bantuan kemanusiaan tidak boleh digunakan sebagai alat perang. Terlepas dari negosiasi antara pihak-pihak yang bertikai, orang-orang di Gaza masih membutuhkan pasokan kemanusiaan yang segera dan masif," kata MSF dikutip Middle East Eye.
MSF, lebih lanjut, memperingatkan dalam pernyataan pers bahwa langkah tersebut akan semakin memperdalam krisis kemanusiaan.
"Blokade total Israel terhadap bantuan kemanusiaan ke Gaza merupakan tindakan kejam sebagai hukuman kolektif dan pelanggaran mencolok terhadap hukum kemanusiaan internasional."
Medical Aid for Palestinians (MAP) memperingatkan dalam pernyataan pers bahwa langkah tersebut akan semakin memperdalam krisis kemanusiaan bagi dua juta orang.
"Blokade total Israel terhadap bantuan kemanusiaan ke Gaza merupakan tindakan kejam sebagai hukuman kolektif dan pelanggaran mencolok terhadap hukum kemanusiaan internasional."
"Setahun yang lalu, Mahkamah Internasional telah memerintahkan langkah-langkah untuk mencegah genosida di Gaza. Namun dengan kembali memblokade bantuan, Israel terus melanggarnya," tambah MAP. Ia mendesak masyarakat internasional untuk mengambil tindakan dan mengutuk keputusan Israel untuk menghentikan bantuan.
Wakil direktur program MAP di Gaza, Mohammed Alkhatib, menggambarkan langkah tersebut sebagai, "Kelanjutan dari penghinaan terhadap kemanusiaan dan standar ganda terhadap penduduk sipil di Jalur Gaza serta dunia masih diam saja." (I-2)