
IKATAN Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) menekankan pentingnya peran industri maritim dalam mendukung perekonomian nasional. Industri galangan kapal dalam negeri makin berkembang dan mandiri, tetapi masih membutuhkan dukungan kebijakan dari pemerintah.
Hal itu mengemuka dalam dalam acara memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-57 Iperindo di Ballroom Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (11/3) malam. Kegiatan bertajuk Tingkatkan Silaturahmi dan Saling Berbagi di Bulan Suci Ramadan 1446 H ini dirangkaikan dengan acara buka puasa bersama sekaligus santunan anak yatim.
Ketua Dewan Penasihat Iperindo), Bambang Haryo Soekartono, menyoroti kebutuhan insentif bagi industri galangan kapal, termasuk harga gas yang lebih kompetitif dari PGN dan Pertamina, serta insentif kelistrikan yang lebih murah dibandingkan industri lainnya.
“Transportasi laut sangat berpengaruh terhadap perekonomian dan industri maritim menjadi tulang punggungnya. Oleh karena itu, diperlukan dukungan khusus, baik dari sisi harga gas maupun insentif lainnya agar industri galangan kapal dapat berkembang dengan baik,” ujarnya.
Bambang juga menyoroti kompleksitas regulasi yang sering tumpang tindih antara kementerian dan lembaga, yang menurutnya perlu disederhanakan agar industri galangan kapal di Indonesia dapat lebih kompetitif.
“Jika regulasi ini bisa dipermudah, iklim industri galangan kapal akan makin baik, sehingga transportasi laut juga makin lancar,” tambahnya.
Sementara, Ketua Umum Iperindo, Anita Puji Utami, menyampaikan bahwa industri galangan kapal makin berkembang dan mandiri, tetapi masih membutuhkan dukungan kebijakan dari pemerintah. Anita mengusulkan pembebasan PPN bagi industri pelayaran, serta kemudahan bea masuk bagi barang-barang impor yang masih diperlukan dalam produksi kapal.
“Kami berharap adanya pembebasan PPN seperti yang sudah diterapkan di industri pelayaran. Selain itu, regulasi terkait bea masuk juga perlu dipermudah untuk kelangsungan industri ini,” jelasnya.
Anita juga menyoroti pentingnya infrastruktur menuju galangan kapal yang masih terbatas di beberapa wilayah pesisir. Anita mengusulkan agar pemerintah daerah turut berperan dalam memperbaiki akses akses logistik agar industri galangan kapal dapat beroperasi lebih optimal.
“Kami juga sudah membayar pajak, tetapi masih dibebankan dengan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang terkesan tumpang tindih. Kami berharap pemerintah dapat memberikan fasilitas yang lebih adil seperti pengerukkan dan pendalaman jalur akses menuju galangan kapal,” tegas Anita.
Lebih lanjut, ia juga mengapresiasi BUMN dan swasta yang mulai memesan kapal dari industri dalam negeri. Namun, Anita menekankan bahwa pemerintah perlu memastikan kebijakan yang berpihak pada industri lokal agar produksi kapal dalam negeri tidak kalah bersaing dengan kapal impor.
Dalam tanggapannya, Perwakilan Kemenperin, Sungkono, menyatakan bahwa Iperindo merupakan mitra strategis pemerintah dalam mendorong pertumbuhan industri galangan kapal di Indonesia.
“Tanpa industri galangan kapal yang kuat, konektivitas transportasi laut tidak akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, kami terus berupaya menerbitkan regulasi yang mendukung pertumbuhan industri ini,” katanya.
Sungkono juga mengungkapkan bahwa kapasitas galangan kapal di Indonesia saat ini mampu membangun kapal baru hingga satu juta tonase bobot mati (DWT) per tahun dan mereparasi kapal hingga 12 juta DWT per tahun.
Dengan adanya dukungan kebijakan dari pemerintah, diharapkan kapasitas ini dapat terus meningkat sehingga industri galangan kapal nasional makin berdaya saing.
“Dengan sinergi antara pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan, kita bisa memperkuat industri ini dan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” pungkasnya. (E-3)