DPR: Aspek Keselamatan Publik Harus Jadi Prioritas

7 hours ago 1
 Aspek Keselamatan Publik Harus Jadi Prioritas Kondisi kapal wisata 3 Putra pasca karam di Perairan Pantai Malabero, Senin (12/5/2025)(ANTARA/ANGGI MAYASARI)

ANGGOTA Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra Bambang Haryo Soekartono menyoroti kurangnya pengawasan terhadap kondisi transportasi wisata laut baik alat transportasi maupun sumber daya manusia pengendali kapal serta petugas penyelamatan di area destinasi wisata.

Hal ini menanggapi kecelakaan kapal wisata yang mengangkut 104 penumpang di Pantai Berkas Bengkulu yang menyebabkan 7 wisatawan meninggal serta beberapa orang harus dirawat di rumah sakit.

"Seharusnya, ada evaluasi apakah kapal itu layak membawa penumpang atau tidak dan apakah kapasitas penumpang yang dibawa sesuai dengan kemampuan kapal bahkan kenyamanannya harus diperhatikan. Termasuk juga di pesisir pantai dan laut yang digunakan untuk operasional kapal harus tersedia penjaga laut dan pantai (coast guard atau KPLP)," kata Bambang Haryo.

Bambang Haryo menekankan pada setiap lokasi wisata pantai, terutama yang ada kaitannya dengan transportasi laut, sudah seharusnya memiliki coast guard atau penjaga pantai atau lembaga serupa seperti Basarnas atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang siaga setiap saat.

Dia sering melihat banyak kawasan pantai tidak menyediakan infrastruktur dan SDM penyelamat untuk kebutuhan wisatawan bila terjadi tenggelam saat berenang maupun menggunakan transportasi laut.
"Ini misalnya terdapat di beberapa kawasan pantai Yogyakarta, Bali, Lombok, dan pesisir Utara Jawa sehingga kebanyakan korban selalu diselamatkan nelayan. Bukan oleh satuan tugas seperti coast guard itu," ujarnya.

Seperti kejadian di Pantai Berkas Bengkulu, kejadian kapal mengalami kebocoran sudah berada dekat dengan pesisir pantai. "Jika ada satuan tugas itu yang siaga, besar kemungkinannya tidak akan menimbulkan korban jiwa. Ke depannya, saya harap petugas keselamatan ini bisa dihadirkan oleh pemerintah daerah atau pusat di setiap lokasi wisata pantai atau laut di Indonesia," ujarnya.

Ia juga melihat kapasitas kapal yang hanya berukuran panjang sekitar 10 meter dan lebar sekitar 4 meter, ditumpangi hingga 104 orang, bisa diperkirakan kapal tersebut overload atau kelebihan penumpang.

"Seharusnya, petugas dari regulator yang mengizinkan kapal berangkat harus mengetahui sekaligus memastikan kapal wisata yang akan berlayar apakah mempunyai jumlah penumpang yang sesuai kapasitas daya apung serta kapasitas jumlah alat keselamatan yang sesuai dengan penumpang yang akan berlayar," ujarnya.

Bila tidak sesuai, seharusnya dengan tegas melarang kapal tersebut berlayar karena kapal memiliki keterbatasan dari daya apung sekaligus jumlah alat keselamatan yang tersedia di kapal.

Bila perlu, lanjut dia, Kementerian Perhubungan diminta untuk mendata semua kapal-kapal yang menjadi fasilitas tempat destinasi pantai yang disesuaikan dengan standardisasi regulasi yang berlaku di klasifikasi Non Concention Bessel standart (NCVS). Termasuk SDM yang mengendalikan operasional kapal wisata juga diberi pembekalan tentang keselamatan.

Bambang pun menyampaikan, sudah seharusnya kapal-kapal wisata di destinasi wisata dilengkapi radio SSB (Single Side Band) yang memiliki gelombang radio pantai dan langsung terhubung ke coast guard sehingga bila terjadi cuaca buruk bisa segera menginformasikan ke pusat radio pantai untuk minta pertolongan.

"Diharapkan kementerian pariwisata (Kemenpar) juga bisa jadi leading sector untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan publik di setiap destinasi wisata," kata dia.

Ia juga berharap sertifikasi untuk kapal yang beroperasi di destinasi wisata termasuk sertifikasi SDM tidak membebani usaha transportasi laut di wilayah tersebut sehingga pemerintah hadir tanpa memberatkan para pemilik kapal. (H-2)
 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |