DeepSeek Menantang Imperialisme Digital

2 weeks ago 16
DeepSeek Menantang Imperialisme Digital (MI/Duta)

IMPERIALISME digital! Inilah istilah yang lazim digunakan untuk menjelaskan fakta-fakta dominasi Amerika Serikat (AS)--melalui beberapa perusahaan teknologi raksasanya--atas sistem teknologi, infrastruktur, pengelolaan data, tata kelola, dan distribusi konten digital di seluruh dunia.

Imperialisme digital menegaskan ketimpangan akses atas surplus ekonomi dari digitalisasi yang sesungguhnya menjadi realitas global, tetapi hanya dinikmati segelintir perusahaan dari satu negara. Yang terjadi kemudian ialah sejenis kolonialisme: negara atau korporasi raksasa memanfaatkan sumber daya digital negara-negara lain untuk sebesar-besarnya keuntungan mereka sendiri.

Dalam konteks itulah, selama bertahun-tahun, perusahaan teknologi raksasa seperti Alphabet, Microsoft, Apple, Amazon, dan Meta menciptakan monopoli yang sulit ditembus. Dengan infrastruktur yang masif, layanan berlapis-lapis dan terintegrasi, jaringan dan modal yang tak tertandingi, serta dukungan unilateralisme AS, mereka telah menentukan arah pengembangan dan pemanfaatan teknologi digital di seluruh dunia.

Ketergantungan khalayak global terhadap produk-produk mereka telah menciptakan keadaan monopolistik yang terus menguat. Data pengguna dikendalikan secara terstruktur, rupa-rupa algoritma didesain untuk kepentingan ekonomi yang terpusat, dan kekuatan alternatif pun dipersulit untuk berkembang akibat hambatan teknis, finansial, serta politis.

DeepSeek hadir memberi angin segar bagi upaya untuk mengurai cengkeraman imperialisme digital tersebut. DeepSeek menantang dominasi perusahaan platform digital AS dengan pendekatan yang lebih terbuka dan kolaboratif serta dengan menawarkan ekosistem yang lebih egaliter dan 'konon' berorientasi pada kepentingan pengguna. Namun, benarkah imperialisme digital itu dapat digoyahkan? Perubahan-perubahan apa yang dibawa DeepSeek dan sejauhmana pengaruhnya terhadap perubahan konstelasi penguasaan teknologi AI secara global?

REZIM ANTIKOMOPETISI

Seperti dijelaskan ekonom University of Sheffield Management School, Richard Murphy, AS membangun dominasinya terhadap lanskap digital global dengan beberapa fondasi. Pertama, menghindari semua celah untuk berkompetisi (https://www.youtube.com/watch?v=wMxXqDNu9_w). Apa pun inovasi teknologi digital yang diciptakan AS, akan sekeras mungkin diproteksi dari segala bentuk kompetisi.

Surplus ekonomi yang tercipta dari inovasi-inovasi itu semaksimal mungkin dikonsentrasikan ke tangan segelintir pengusaha yang didukung oleh pemerintah AS. Muncul istilah tech bros yang merujuk pada segelintir orang yang sangat kaya pemilik perusahaan teknologi terbesar di AS dan dunia. Pemerintah AS melindungi model bisnis mereka dan mendukung penetrasi produk-produk mereka ke seluruh dunia.

Jika ada negara yang mencoba membatasi penetrasi bisnis itu, akan dihadapi sebagai masalah politik G to G. Itu kemudian menciptakan fenomena globalisme unilateralisme digitalisasi. Digitalisasi sebagai fenomena global secara faktual dikendalikan oleh unilateralisme AS.

Perlawanan negara lain, katakanlah Uni Eropa, melalui jalan regulasi, selalu berhadapan dengan sikap unilateralistik AS yang memanfaatkan keterlanjuran dominasi perusahaan teknologi AS di semua lini layanan digital secara global.

DeepSeek mengganggu dominasi AS itu bukan dengan regulasi, melainkan dengan inovasi yang tidak relatif tergantung pada protokol, model, dan produk yang diciptakan oleh AS. Jika sebelumnya berkembang mitos pengembangan AI sangat mahal dan hanya perusahaan teknologi AS yang mampu melakukannya, Deepseek mampu mengembangkan model AI DeepSeek-V3 dan DeepSeek-R1 dengan investasi sekitar US$6 juta jika dibandingkan dengan investasi untuk pengembangan model GPT-4 oleh OpenAI yang mencapai lebih dari US$100 juta!

Jika sebelumnya ada asumsi bahwa AI harus menggunakan semikonduktor terbaik, mahal, dan hanya bisa diproduksi perusahaan AS seperti NVIDIA, DeepSeek menggunakan semikonduktor yang lebih murah dan hemat energi yang mereka kembangkan sendiri.

Meskipun sesungguhnya masih menggunakan semikonduktor keluaran NVIDIA, DeepSeek menunjukkan perusahaan teknologi Tiongkok mampu menemukan cara untuk menghadapi kebijakan pembatasan ekspor semikonduktor yang dilakukan AS. Pembatasan itu sendiri merupakan bagian dari cerita persaingan antara kedua negara dalam menguasai lanskap digital global.

Gangguan atas dominasi AS itu semakin nyata ketika dalam waktu yang singkat, DeepSeek meraih popularitas yang mengejutkan di 'Negeri Paman Sam'. Hingga akhir Januari 2025, DeepSeek menjadi aplikasi teratas di App Store AS dengan mencapai 2 juta unduhan baru. Peningkatan popularitas itu terjadi bersamaan dengan guncangan pada pasar saham teknologi digital dengan pesakitannya ialah perusahaan seperti NVIDIA, Microsoft, Palantir, dan Alphabet.

Fondasi kedua ialah penerapan pendekatan paten yang tertutup. Menurut Murphy, orang terpenting di banyak perusahaan teknologi AS bukanlah insinyur, pemasar, atau penemu, melainkan justru pengacara paten. Mereka dipekerjakan untuk menghadang calon pesaing perusahaan teknologi AS dengan menciptakan hambatan-hambatan maksimum yang dapat diberikan oleh hukum yang berlaku.

Mereka bertugas memastikan para pesaing tidak dapat mencontek elemen apa pun dari inovasi teknologi dan model bisnis yang dimiliki perusahaan teknologi AS. Mereka juga harus memastikan biaya yang dibebankan kepada konsumen jauh melebihi nilai riil produk yang dibeli konsumen tersebut. Untuk mewujudkannya, mau tak mau kompetisi harus dicegah dan monopoli mesti dilanggengkan.

DeepSeek mendekonstruksi fundamen kapitalisme digital AS itu dengan pendekatan yang justru bertolak belakang, yakni dengan menjadikan aset utama DeepSeek sebagai 'barang publik'. Alih-alih memberlakukan hambatan hukum dan pembatasan ketat kepada siapa pun yang ingin memanfaatkan platform, kode-kode, dan model AI DeepSeek, sang pemilik seakan-akan justru berkata, "Ambil dan silakan gunakan."

Sistem paten yang selama ini menjadi senjata Google, Microsoft, dan Apple untuk melindungi inovasi mereka dari 'peniruan' dan untuk membatasi kompetisi, sedang ditantang oleh pendekatan open source dan kolaborasi terbuka. Pendekatan itu tiba-tiba muncul sebagai alternatif yang transformatif atas hak paten tertutup ala Silicon Valley yang selama ini cenderung menghambat potensi kolaborasi dan pertukaran ide antarperusahaan atau peneliti serta memperkecil peluang khalayak untuk mengakses teknologi yang terjangkau dan berkelanjutan.

Fondasi ketiga ialah sistem walled garden data, yakni praktik perusahaan teknologi AS untuk menciptakan ekosistem tertutup guna memonopoli data pengguna dari platform atau layanan mereka. Dalam sistem tersebut, data pengguna dikumpulkan, dikelola, dan digunakan secara eksklusif dengan semaksimal mungkin membatasi akses pihak luar atau pesaing potensial.

Google, Meta, Amazon, Microsoft, dan Apple menerapkan strategi itu guna mempertahankan dominasi mereka di berbagai sektor layanan digital. Dengan mengunci pengguna dalam ekosistem mereka sendiri, mereka menciptakan ketergantungan yang mempersulit pengguna untuk berpindah ke platform lain atau mengintegrasikan layanan secara lintas platform.

Praktik tersebut tidak hanya menghambat persaingan, tetapi juga memperkuat posisi mereka sebagai winner takes all company, yakni segelintir pemain utama yang menguasai pasar layanan digital secara absolut dan menutup peluang bagi pemain baru untuk mengembangkan diri.

Bertolak belakang dengan itu, DeepSeek justru membangun ekosistem data yang terbuka dan terdesentralisasi. DeepSeek menyediakan application programming interface (API) yang terbuka sehingga memungkinkan pengembang lain mengintegrasikan model AI DeepSeek ke dalam platform mereka tanpa pembatasan yang ketat.

DeepSeek memanfaatkan teknologi seperti blockchain untuk menciptakan sistem data desentralisasi sehingga data tidak dikontrol oleh satu entitas tunggal. Pertukaran data antara platform difasilitasi dan ketergantungan terhadap satu ekosistem data yang tertutup justru dihindari. DeepSeek menjanjikan kontrol lebih besar kepada pengguna atas data mereka sendiri dan transparansi yang lebih tinggi dalam penggunaannya.

PERSAINGAN YANG LEBIH TERBUKA

Kehadiran DeepSeek jelas menandai suatu pergeseran dalam persaingan platform teknologi AI global. Namun, perlu diingat bahwa perusahaan teknologi AI asal 'Negeri Paman Sam' seperti OpenAI, Microsoft, dan Google telah telanjur dominan dengan penguasaan pasar yang luas, akses terhadap permodalan besar, jaringan global yang solid, serta keunggulan dalam infrastruktur cloud, big data, dan SDM.

Goncangan yang dibuat DeepSeek memang telah mengganggu posisi mereka, tetapi juga sangat mungkin memacu mereka untuk bergegas mempercepat pengembangan model AI yang lebih efisien, inovasi pada pemrosesan data dan pengembangan superkonduktor, serta mengoptimalkan pemanfaatan layanan cloud mereka sendiri seperti Microsoft Azure dan Google Cloud. Mereka memiliki modal yang lebih dari cukup untuk mempertahankan supremasi dalam lanskap teknologi AI global.

Di sisi lain, DeepSeek masih harus menghadapi sejumlah tantangan teknis, regulasi, dan tekanan politik untuk dapat berkembang lebih lanjut sebagai pemain kunci dalam percaturan teknologi AI global. Tantangan utama ialah akses memadai terhadap infrastruktur komputasi awan, superkonduktor, dan data pengguna berkualitas tinggi sebagai komponen kunci dalam pengembangan AI.

Faktor geopolitik juga menjadi faktor yang dapat menghambat pertumbuhan. Sentimen 'anti-Tiongkok' telah sering dimainkan kekuatan politik Barat untuk membatasi ekspansi perusahaan teknologi Tiongkok, terutama di sektor layanan publik, pemerintahan, dan infrastruktur digital.

Dampak realistis dari fenomena DeepSeek dengan demikian bukanlah runtuhnya imperialisme digital AS, melainkan terciptanya persaingan yang lebih terbuka dalam industri AI global. Hal itu juga berpotensi mempercepat inovasi, menekan biaya pengembangan, serta mendorong terciptanya teknologi yang lebih inklusif dan terjangkau bagi khalayak luas.

Dengan hadirnya lebih banyak pemain dalam pengembangan AI global, dominasi satu negara tidak lagi mutlak. Inovasi tidak hanya berpusat pada segelintir perusahaan raksasa, tetapi juga melibatkan berbagai pihak dari berbagai belahan dunia.

Negara-negara dengan sumber daya terbatas berkesempatan lebih besar mengadaptasi teknologi AI sesuai dengan kebutuhan spesifik mereka, dengan hambatan teknis dan finansial yang semakin berkurang.

Pendekatan open source dan kolaborasi terbuka juga menguntungkan khalayak luas. Akses yang lebih inklusif terhadap teknologi AI memfasilitasi publik untuk menikmati solusi yang lebih beragam, terjangkau, dan relevan atas problem yang bersifat spesifik atau kontekstual.

Transparansi yang diusung pendekatan itu juga dapat diharapkan mampu mereduksi bias-bias yang dibawa algoritma AI sehingga ouput yang dihasilkan AI lebih mencerminkan keberagaman pandangan dan nilai secara global.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |