
DIREKTUR Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Bambang Pramono menyampaikan nilai tukar rupiah ditutup menguat ke level (bid) Rp16.390 per dolar AS Kamis (19/6). Pada Jumat (20/6), rupiah kembali perkasa. Meskipun demikian imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara dengan tenor 10 tahun naik yang menandakan tekanan terhadap harga obligasi.
"Rupiah dibuka pada level Rp16.355 per dolar AS pada Jumat (20/6)," ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (21/6).
Di sisi lain, pada Kamis (19/6), imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun mengalami kenaikan menjadi 6,73%. Selang sehari, yield SBN 10 tahun kembali mengalami lonjakan menjadi 6,75%. Kenaikan yield SBN naik menandakan tekanan pasar terhadap harga obligasi, yang bisa disebabkan oleh pelemahan permintaan di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.
Lebih lanjut, Bambang mengungkapkan premi Credit Default Swap (CDS) atau tingkat risiko kredit Indonesia tenor 5 tahun per 19 Juni 2025 tercatat sebesar 81,59 basis poin (bps), meningkat daripada posisi 13 Juni 2025 sebesar 76,93 bps. Semakin tinggi nilai premi CDS, kata dia, berarti semakin tinggi pula persepsi risiko gagal bayar dari pihak yang diasuransikan.
"Kenaikan ini mencerminkan sentimen pasar yang cenderung berhati-hati terhadap risiko global," jelas Bambang.
Sementara, berdasarkan data transaksi periode 16–19 Juni 2025, investor nonresiden atau asing mencatatkan jual neto sebesar Rp2,04 triliun. Rinciannya, jual neto terjadi di pasar saham sebesar Rp1,78 triliun dan di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp3,72 triliun, sementara pembelian neto di pasar SBN mencapai Rp3,47 triliun.
Secara kumulatif sejak awal tahun hingga 19 Juni 2025, investor nonresiden mencatat jual neto di pasar saham sebesar Rp47,15 triliun dan di SRBI sebesar Rp28,69 triliun, namun mencatat beli neto di pasar SBN sebesar Rp44,93 triliun.
Bambang menegasjan dalam menjaga stabilitas nilai tukar dan mendukung ketahanan eksternal perekonomian nasional, Bank Indonesia terus memperkuat strategi bauran kebijakan guna merespons dinamika pasar keuangan dan memastikan kestabilan makroekonomi nasional tetap terjaga. (H-4)