Bakteri Tanah Bumi Bisa Jadi Kunci Perbaikan Bangunan di Bulan

2 days ago 4
Bakteri Tanah Bumi Bisa Jadi Kunci Perbaikan Bangunan di Bulan Ilmuwan dari Indian Institute of Science (IISc) menemukan bakteri tanah bernama Sporosarcina pasteurii dapat digunakan untuk memperbaiki retakan pada batu bata berbahan regolit bulan.(Amogh Jadhav)

SEBUAH studi berdasarkan pada eksperimen simulasi regolit bulan menunjukkan  jika batu bata dari debu bulan ini retak, bakteri bisa digunakan menutup kembali retakan tersebut.

Menggunakan sebanyak mungkin sumber daya lokal dari bulan untuk membangun pangkalan di sana sangat penting guna menekan biaya; meluncurkan material dalam jumlah besar dari Bumi ke bulan sangatlah mahal. Oleh karena itu, membuat batu bata dari regolit bulan sudah lama dianggap sebagai solusi potensial. Banyak tim di seluruh dunia, termasuk para peneliti dari Indian Institute of Science (IISc), telah bereksperimen membuat jenis batu bata ini menggunakan simulasi regolit bulan.

Sebagai konteks, regolit adalah debu dan batuan lepas yang menutupi permukaan bulan. Sampel regolit bulan yang asli sangat langka dan berharga, sehingga para peneliti menggunakan bahan simulasi yang meniru berbagai jenis regolit untuk eksperimen. 

Sebelumnya, peneliti IISc menemukan cara menggunakan bakteri tanah dari Bumi bernama Sporosarcina pasteurii untuk membuat batu bata dari simulasi regolit. Bakteri ini mampu mengubah urea — yang mereka hasilkan sebagai limbah — dan kalsium menjadi kristal kalsium karbonat. Ketika dicampur dengan guar gum (getah dari kacang guar), kristal ini dapat mengikat partikel regolit menjadi batu bata padat.

Selanjutnya, tim yang sama bereksperimen membuat batu bata bulan melalui proses sintering, yaitu memanaskan campuran padat dari simulasi regolit dan polivinil alkohol  hingga suhu sangat tinggi dalam tungku. Batu bata yang terbentuk dari sintering ini tampak lebih kuat dibanding batu bata hasil buatan bakteri.

Terkena vakum ruang angkasa, batu bata bulan harus tahan terhadap suhu antara 121°C di siang hari hingga -133°C di malam hari dalam satu siklus harian bulan. Kondisi ini memberikan tekanan termal yang sangat besar pada batu bata. Mereka juga akan terkena hantaman mikrometeorit dan sinar kosmik.

"Perubahan suhu di permukaan bulan bisa sangat ekstrem, dan seiring waktu dapat berdampak besar," ujar Koushik Viswanathan dari Departemen Teknik Mesin IISc dalam sebuah pernyataan. "Batu bata hasil sintering itu rapuh. Jika ada retakan dan retakan itu membesar, seluruh struktur bisa runtuh dengan cepat."

Karena itu, kemampuan untuk memperbaiki batu bata di bulan sebelum pos luar angkasa hancur sangatlah penting. Maka, Viswanathan dan timnya kembali ke ide awal menggunakan Sporosarcina pasteurii — namun kali ini bukan untuk membuat batu batanya, melainkan sebagai perekat alami untuk menutup retakan dan lubang pada batu bata.

Tim membuat batu bata hasil sintering dari simulasi regolit, lalu memberikan berbagai jenis kerusakan — seperti lubang, takik berbentuk V, dan takik setengah lingkaran — yang menyerupai kelelahan struktural. Mereka kemudian menuangkan campuran yang disebut sebagai slurry, terdiri dari Sporosarcina pasteurii, guar gum, dan simulasi regolit, di atas batu bata, dan membiarkannya beberapa hari agar campuran meresap ke dalam retakan dan lubang.

Bakteri tersebut melakukan dua hal: pertama, menghasilkan kalsium karbonat yang mengisi retakan secara efektif; kedua, menghasilkan biopolimer yang membantu campuran menyatu dengan batu bata, membuatnya padat kembali. Tim menemukan bahwa kekuatan tekan batu bata pulih sebesar 28 hingga 54 persen dari kekuatan semula — meski belum sepenuhnya kembali seperti semula.

"Kami awalnya tidak yakin apakah bakteri bisa menempel pada batu bata hasil sintering," kata Aloke Kumar dari IISc. "Tapi ternyata bakteri tidak hanya mampu memadatkan slurry, tapi juga dapat menempel dengan baik pada material tersebut."

Melakukan ini di laboratorium adalah satu hal, tapi melakukannya di kondisi sulit di bulan adalah hal lain.

"Salah satu pertanyaan besar adalah tentang bagaimana perilaku bakteri ini di kondisi luar angkasa," kata Kumar. "Apakah sifat mereka akan berubah? Apakah mereka akan berhenti memproduksi karbonat? Hal-hal seperti itu masih belum diketahui."

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, tim berencana mengirim sampel Sporosarcina pasteurii ke luar angkasa sebagai bagian dari misi Gaganyaan yang akan datang — misi luar angkasa berawak pertama India yang direncanakan mengangkut tiga astronot ke luar angkasa paling cepat pada tahun 2026.

"Jika itu terlaksana, sejauh yang kami tahu, ini akan menjadi eksperimen pertama dari jenisnya dengan bakteri tersebut," kata Viswanathan. (Space/Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |