
ORGANISASI Angkutan Sewa Khusus Indonesia (Oraski) mendukung setiap upaya meningkatkan kesejahteraan sopir online, tetapi tidak menyetujui usulan DPR terkait pembatasan potongan aplikasi maksimal 10%.
"Usulan tersebut bisa menjadi preseden buruk bagi keberlangsungan transportasi online. Ekosistem ini selama ini terbukti mampu bertahan tanpa subsidi pemerintah, bahkan di tengah tantangan ekonomi global. Jangan sampai niat baik berubah jadi blunder yang membahayakan semuanya," ujar Ketua Umum Oraski, Fahmi Maharaja, dalam keterangannya, Minggu (18/5).
Menurut Fahmi, urusan potongan aplikasi termasuk ranah bisnis ke bisnis (B2B) antara aplikator dan mitranya. Pemerintah sebagai regulator seharusnya tidak masuk terlalu jauh ke dalam ruang ini.
"Kalau mau meningkatkan kesejahteraan driver, solusinya bukan dengan membatasi potongan aplikasi, tetapi lewat insentif pajak, subsidi kendaraan, dan edukasi berkelanjutan. Itu yang benar-benar bisa dirasakan langsung oleh driver," tambahnya.
Pihaknya mendorong pemerintah dan DPR untuk fokus pada insentif nyata bagi pelaku usaha dan driver online, seperti:
- Penghapusan PPN dan PPh atas pembelian kendaraan operasional.
- Potongan pajak untuk pembelian suku cadang.
- Subsidi program edukasi dan pelatihan untuk driver.
- Pendekatan perlindungan usaha yang selama ini juga diberikan kepada taksi konvensional.
Oraski juga menekankan bahwa jika pemerintah atau DPR tetap memaksakan intervensi pada regulasi tarif dan potongan yang bukan ranah kewenangannya, risiko keruntuhan seluruh ekosistem transportasi online sangat besar. "Kalau aplikator sampai tutup karena regulasi yang tidak tepat, jutaan driver bisa kehilangan pekerjaan," tegas Fahmi.
Selama ini pihaknya memperjuangkan kesejahteraan driver online melalui pendekatan langsung kepada aplikator, mendorong program garansi pendapatan harian yang kini telah dinikmati ribuan driver. Ia menilai bahwa revisi Undang-Undang Lalu Lintas sebaiknya diarahkan untuk meningkatkan kualitas layanan dan keselamatan pengguna, bukan semata-mata perubahan status atau pembatasan tarif yang berpotensi melemahkan daya saing.
"Kami ingin keberlangsungan ekosistem transportasi online tetap terjaga. Jangan rusak dengan regulasi yang keliru arah. Kami ingin solusi jangka panjang, bukan sensasi jangka pendek," tutup Fahmi. (I-2)